MALANG — METROPAGINEWS.COM || Sidang kasus dugaan pengeroyokan yang menewaskan seorang tahanan di ruang tahanan Polres Malang terus bergulir. Sebanyak 25 tahanan menjalani sidang dengan agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Kepanjen, Kamis (30/10/2025).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Anjar Rudi Admoko, S.H., M.H. menuntut masing-masing terdakwa dengan hukuman 5 tahun penjara, karena dinilai terbukti secara sah melakukan penganiayaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia, sebagaimana diatur dalam Pasal 351 ayat (3) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Untuk ke-25 terdakwa masing-masing dituntut 5 tahun. Minggu depan agenda pembelaan,”
ujar Anjar saat dikonfirmasi, Minggu (2/11/2025).
Adapun daftar terdakwa dalam perkara ini antara lain berinisial: IB, MRI, HP, RAW, JL, ANS, AW, ANRG, AR, ARBS, WD, NRA, DS, APB, GGI, MFH, DSB, ABF, MRM, JN, RAS, NA, PO, DHP, dan MABR.
Peristiwa tragis tersebut berawal dari pengeroyokan di ruang tahanan Polres Malang, Kelurahan Ardirejo, Kecamatan Kepanjen, pada Kamis, 27 Maret 2025. Laporan polisi teregister melalui LP/B/133/III/2025/SPKT/POLRES MALANG/POLDA JAWA TIMUR tertanggal 28 Maret 2025, dan ditindaklanjuti dengan penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sp.Sidik/153/IV/2025/Reskrim pada 8 April 2025.
Tahanan Tewas di Ruang yang Sepenuhnya Dijaga Polisi
Meski para pelaku telah diproses hukum, sorotan publik justru mengarah pada lemahnya sistem pengawasan di ruang tahanan yang berada sepenuhnya di bawah tanggung jawab aparat kepolisian. Bagaimana mungkin pengeroyokan hingga menimbulkan kematian dapat terjadi di dalam ruang yang diawasi 24 jam?
Apakah kamera pengawas (CCTV) berfungsi saat kejadian?
Apakah petugas piket mengetahui adanya keributan di dalam sel?
Dan yang paling mendasar: apakah ada unsur kelalaian atau pembiaran dari pihak jaga?
Kasat Tahti Polres Malang, IPDA Abdul Haris, ketika dimintai konfirmasi, enggan memberikan keterangan lebih jauh.

“Kami kurang tahu, mungkin bisa ditanyakan ke penyidiknya untuk pasalnya. Soal sanksi terhadap anggota, silakan ditanyakan ke Propam. Kami juga belum tahu,”
ujarnya, Senin (3/11/2025).
Propam dan Kapolres Bungkam, Transparansi Dipertanyakan
Upaya konfirmasi kepada Kapolres Malang maupun Seksi Propam hingga kini belum membuahkan hasil. Pesan konfirmasi yang dikirimkan melalui WhatsApp kepada keduanya telah terbaca, namun tidak mendapat respons.
Sikap diam aparat ini menimbulkan tanda tanya besar:
Apakah ada proses etik dan pemeriksaan internal terhadap petugas yang bertanggung jawab atas pengawasan tahanan?
Atau kasus ini akan berhenti sebatas menyeret para tahanan tanpa mengungkap kemungkinan kelalaian institusional di baliknya?
Beberapa pemerhati hukum menilai, jika tidak ada evaluasi menyeluruh terhadap sistem penjagaan dan pengawasan ruang tahanan, peristiwa serupa dapat terulang kembali.
Ruang Gelap dalam Transparansi Pengawasan
Tragedi di dalam tahanan Polres Malang seharusnya menjadi momentum bagi kepolisian untuk memperbaiki mekanisme kontrol internal dan menegakkan akuntabilitas. Namun hingga kini, minimnya informasi resmi justru menimbulkan dugaan adanya “ruang gelap” dalam penanganan kasus ini.
Publik berhak tahu bagaimana seseorang bisa kehilangan nyawa di ruang negara, tempat yang seharusnya paling aman dari kekerasan.
Awak media akan terus melakukan upaya konfirmasi lanjutan kepada pihak Polres Malang dan Propam, serta memperbarui pemberitaan begitu pernyataan resmi dari pihak terkait diterima.


Komentar Klik di Sini