CILACAP – METROPAGINEWS.COM || Puluhan warga Dusun Winong, Desa Slarang, Kecamatan Kesugihan, Kabupaten Cilacap bersama Walhi Jawa Tengah dan LBH Yogyakarta menggeruduk Kantor Bupati Cilacap, Kamis (25/5/2023).
Kedatangan mereka untuk melakukan audiensi dan diterima di Ruang Rapat Asisten Ekonomi dan Pembangunan.
Audiensi dihadiri perwakilan Pemkab Cilacap, diantaranya Dinas PUPR, Disperkimta, DLH, dan Asisten II Sekda Bidang Ekonomi dan Pembangunan.
Warga Winong, Walhi Jawa Tengah, dan LBH Yogyakarta datang beraudiensi untuk meminta penjelasan terkait Kawasan Peruntukan Industri (KPI) Karangkandri, yang ditetapkan melalui Perda No 1 Tahun 2021.
Warga mempertanyakan lokasi KPI yang hingga kini belum sampai ke masyarakat, meski Perda a quo telah ditetapkan sejak April 2021.
Ketidakjelasan tersebut menyulitkan masyarakat dalam mengambil keputusan terkait
kehidupan sosial-ekonomi mereka.
Pasalnya, KPI memiliki pengaruh besar, baik atau buruknya terhadap kehidupan masyarakat di masa depan.
Sehingga kejelasan terkait KPI harus diperoleh terlebih dahulu sebelum membuat keputusan.
Asisten II Sekda Bidang Ekonomi dan Pembangunan M Wijaya mengklaim bahwa pemerintah telah melibatkan masyarakat secara partisipatif dalam pembangunan, termasuk dalam penentuan KPI.
Namun, hadirnya masyarakat untuk beraudiensi menunjukkan hal lain, yaitu distribusi informasi belum sampai ke masyarakat tingkat bawah.
Tidak adanya kejelasan informasi tersebut membuat warga Winong berada dalam
kebingungan untuk membuat keputusan.
Sebab, ruang yang dijadikan KPI bukanlah lahan kosong, melainkan di atasnya terdapat permukiman warga serta jalinan sosial-ekonomi-budaya yang dibangun oleh warga Winong.
Kekhawatiran masyarakat atas ruang hidup dijawab oleh Hamzah Syafrudin, Kepala
Bidang Tata Ruang pada Dinas PUPR.
Ia menerangkan, PT S2P selaku pengelola PLTU Cilacap memerlukan perluasan lahan sekitar 375 hektar, baik untuk operasional maupun sebagai green belt PLTU.
“Itu berarti Dusun Winong diproyeksikan sebagai kawasan industri untuk PLTU Cilacap,” kata Hamzah.
Akan tetapi, jawaban pemerintah atas nasib permukiman warga Winong sangat normatif, yakni meminta masyarakat untuk menunggu pembebasan tanah.
Kepala Disperkimta Kabupaten Cilacap Bambang Tujiatno justru menyarankan masyarakat untuk bernegosiasi dengan PLTU dalam hal pembelian tanah.
Dan atas dasar itu, Hamzah Syafrudin menghadapkan masyarakat ke dalam dua pilihan situasi, yakni bertahan di sekitar PLTU dengan risiko terpapar polusi atau asetnya hilang akibat abrasi, dan masyarakat direlokasi dan memperoleh kompensasi.
Dua pilihan tersebut sangat problematik, sebab dimensi proses demokrasi yaitu
sosialisasi dan partisipasi yang bermakna, tidak dijalankan secara maksimal oleh
Pemkab Cilacap dalam proses perumusan KPI.
BACA JUGA : AKEN Kembali Gelar Pameran Indonesia Sustainable Procurement Expo 2023
Di sini masyarakat menyanksikan jawaban pemerintah yang mana memberi garansi bahwa KPI yang telah ditetapkan tersebut, menurut Hamzah Syafrudin, akan menyejahterakan masyarakat.
Itu pun disanggah oleh Sarkam, ketua RT 2 RW 10.
Ia mengatakan, sampai saat ini dampak debu dan bising akibat operasional PLTU masih dirasakan warga terutama karena jarak rumah warga dengan PLTU sangat dekat.
Lantas, bagaimana mungkin ekspansi PLTU bisa menyejahterakan masyarakat, sedangkan sampai saat ini tidak ada tindakan yang berarti dari pemerintah untuk menangani dampak yang dirasakan warga Winong.
Turas, ketua RW 10 menambahkan bahwa ia sudah berkali-kali ke DLH menemui Kepala DLH Sri Murniyati untuk menyampaikan keluhan dari dampak PLTU.
“Namun jawaban DLH tidak memuaskan dan tidak menjalankan fungsi pengawasannya terhadap dampak-dampak proyek dan operasional PLTU,” ungkap Turas.
Turas mengaku tetap tidak puas dengan jawaban Sri Murniyati dan M Wijaya dalam audiensi tersebut.
Sebab, mereka dinilai oleh warga Winong hanya menjanjikan akan menginventarisasi dampak-dampak PLTU.
Dan menurut warga, janji tersebut masih belum memproyeksikan tindakan tegas pemerintah terhadap perusahaan yang mengancam hajat hidup warganya.
Dari pantauan, audiensi ini tidak menghasilkan tindakan pro aktif Pemkab Cilacap atas
penetapan KPI dan kaitannya dengan PLTU.
Tindakan pemerintah juga dinilai pasif.
(Estanto)