BANYUWANGI – METROPAGINEWS.COM II Sosok Eyang HR. Mas Slamet Oetomo menyelimuti ragam ruang dan waktu. Ada yang mengenalnya sebagai sejarawan atau budayawan, karena memahami akan sejarah Blambangan dan masuknya Islam di Bumi Blambangan serta menulis buku.
Disisilain, juga sebagai kolektor keris dan benda pusaka hingga sering turut serta dalam sejumlah pameran.
Dulunya, pernah sebagai narasumber mengenai perang puputan bayu hingga menjadi tim penyusun Pahlawan Nasional dari Bumi Blambangan.
Dan, pernah sebagai penyiar di Radio Komunitas Bung Tomo FM dan LPP RKPD Blambangan mengasuh Sulur Kembang yang bila jumpa fans. Padahal, ia sekolah hanya setingkat dengan sekolah menengah dan sehari – hari sebagai pegawai di Pabrik Kertas Basuki Rahmat dan berwirausaha jagal ayam.
Yang jarang orang tahu, ia adalah guru kesejatian ketuhananan dengan ilmu yang disebut “Patrap “. Yakni, sikap berserah diri pada Yang Maha Esa. Salah satu muridnya adalah Ustadz Abu Sangkan yang kembangkan Sholat Khusu’.
Murid atau cantiknya memang mayoritas Islam, tapi ada juga yang Hindu, Kristen dan beragam etnis. Bahkan, ada muridnya berada di Singapura dan Australia yang mengundangnya patrap disana.
Selama beliau hidup banyak holaqoh yang berkembang di berbagai wilayah nusantara. Juga, di beberapa wilayah khususnya di Bumi Blambangan. Dan kala sampaikan ilmu shilatun ke Illahi Robbi ini beliau tak pakai busana taqwa, jubah maupun songkok dan surban. Hingga terlihat jauh dari kesan penampilan ulama.
Almarhum yang lahir 8 September 1948 dan wafat dikarenakan sakit, tepatnya, 13 Desember 2016 lalu di makamkan di tanah keluarga yang juga dibangun Pendopo Puri Gumuk Merang berada di Jalan Gajah Mada, Kelurahan Penataban , Kecamatan Giri.
Keturunan Mbah M. Saleh Manggisan ini makamnya banyak diziarahi orang sebagaimana leluhurnya. Sepupu yang budayaaan dan religi nasionalis yaitu Mas Soepranoto Pinangsari yang bertempat tinggal di Manggisan juga dikenal mempunyai sanggar lukis ataupun seorang tokoh untuk berdiskusi konstitusi kebangsaan.
Berhubung saat meninggal pas Bulan Maulid, maka keluarga memperingati dan mendoakan bersama selalu di Bulan Maulid seperti pada malam ini, Sabtu (13/09/25).
Acara dimulai keluarga dan cantrik yang rumahnya jauh sholat maghrib berjama’ah. Begitu tetangga dan murid berdatangan Ustadz Ahmad Yani dari jamiyah kifayah Penataban memimpin tahlilan dengan membaca Surat Yasin dengan pegang buku mungil yang ada gambar foto almarhum donasi cantrik yang bertuliskan arti surat soal siapa yang dapat petunjuk itu dengan jelas.
Wahai wali petunjuk.. hadirmu tak terasakan… Andilmu melebihi kehidupan mu sendiri… selamat jalan aulia….
Usai ramah tamah, beberapa orang ziarah dan doa dimakam yang bersih nan wangi bunga setaman. Ada surban dan syal merah putih yang ada sejak dimakamkan kala itu.
” Semua makhluk hidup pasti mati. Dan ulama waliyullah dan para syahidah sesungguhnya hidup. Dan kekayaan di hati dan keberkahan hidup yang membawa kebahagiaan dunia akherat, itu bagi orang yang mau hening di hati yang kening serta perilaku yang luhur yang manfaat buat segenap makhluk ciptaan Tuhan,” Tutur Irwan asal Pakis yang satu dasawarsa melakoni patrap dan berbagi ilmu lewat profesinya yang juru pijat.
Hariyanto yang asal Batang- Batang Kabupaten Sumenep banyak cerita soal lelaku patrap yang dilakukan di Madura hingga ada acara tahunan rombongan ziarah ke Makam Mbah Mas Saleh Manggisan dan HR. Mas Slamet Oetomo Penataban yang dilanjutkan dengan ritual patrap dipimpin putra Almarhum Hang Hargowo yang biasa akrab dipanggil Mas Wowok.
“Mari kita ta’dzim ke guru kita 7 turunan, baik itu kakeknya atau cucunya. Jaga hati dan ucapan serta tingkah laku. Insya Allah nyaman dan berkah,”
Ditambahkan Kang Qodir yang buka bengkel sepeda di benelan lor Kabat.
” Kita perlu banyak belajar dengan silaturahmi ke sesama dan iling pengeran. Percaya dan yakin Allah Maha Pengasih dan Penyayang. Hingga Allah terasa dekat,’ Ungkapnya sambil senyum. Qodir juga rutin tiap Rabu malam patrap di Puri Gumuk Merang bersama 4-5 cantrik lainnya.
Sementara itu, Mas Wowok kala diskusi di pamungkas sampaikan yang sempat sinau langsung ke almarhum maupun yang belajar dari murid untuk pegang Tauhid dan rukun Iman hingga berperilaku Ihsan nan bashiroh. Juga ada panduan lewat beberapa buku karya almarhum yang antara lain Islam Sebuah Pengakuan.
Sementara itu cantrik satu dasawarsa suhu bersahaja, Ahmad Masduki, SP, M. Pd asal tampo Cluring yang pernah dapat amanah buat media cetak dengan nama tokoh Perang Bayu Keboundho, memperhatikan jasa almarhum dan makamnya jadi wisata religi hendaknya ada perhatian pemerintah atau baksos TNI untuk merapikan jalan setapak menuju peristirahatan terakhir budayawan yang membangun museum mini dan patung Tawang aAlun di Macan Putih dengan swadaya pribadi ini. Juga disbudpar angkat jupel makamnya yang paham ilmu dan jasa serta karya tulis almarhum,” Tukas jurnalis pada media jurnal news yang mewancarai usai ikut tahlilan haul ke 8 ini.
Ditambahkan juga dari aktivis KOPAT, komunitas gotongroyong’45 dan LSM Pendopo Semar ini perlu pada Hari Jadi Banyuwangi Bupati gelar doa bareng lintas etnis dan elemen mendoakan para budayawan dan maestro seni budaya yang jadi pahlawan kian mengharumkan Banyuwangi ini.
( Tyo / Guk )
Komentar Klik di Sini