KLATEN – METROPAGINEWS.COM || Mimpi panen padi Damar, petani muda Klaten,pupus dan tak maksimal,Larangan alat berat Combi oleh perangkat desa jadi penghalang.upaya mediasi, dan harapan terakhirnya.Rabu (26/11)
Di balik semangat membara seorang pelajar kelas 3 MAN 2 Klaten, Damar, tersimpan kekecewaan mendalam. Pemuda yang juga dikenal sebagai petani muda asal Sukerejo, Wedi, ini harus menelan pil pahit ketika rencana panen padi di sawahnya terganjal masalah pelik: larangan penggunaan alat berat Combi.
Kronologi Mimpi yang Terhambat
Seminggu sebelum hari panen yang dinanti, Damar sudah mempersiapkan segalanya. Ia menyewa alat Combi, mesin modern yang biasa digunakan untuk memanen padi secara efisien. Namun, kedatangan Combi di sawah miliknya justru disambut penolakan keras dari ketua RT dan RW setempat.
“Saya kaget sekali. Saat Combi datang, ketua RT dan RW berteriak-teriak melarang alat itu diturunkan. Bahkan, ada oknum TNI yang ikut-ikutan melarang. Ketua RT mengancam akan mengerahkan warga jika Combi tetap nekat beroperasi,” ungkap Damar dengan nada kecewa.
Mengapa Combi Dilarang?
Larangan ini diduga terkait kekhawatiran perangkat desa terhadap potensi kerusakan jalan akibat alat berat tersebut. Namun, bagi Damar, larangan ini adalah pukulan telak. Ia merasa haknya sebagai petani untuk menggunakan teknologi modern dalam meningkatkan efisiensi panen telah diabaikan.
Mediasi Buntu, Harapan Menipis
Pihak keluarga Damar tak tinggal diam. Mereka mengadukan masalah ini ke Kepala Desa Sukerejo, Wedi, dengan harapan mendapatkan solusi. Namun, jawaban yang diterima justru mengecewakan. Kepala Desa berdalih bahwa urusan pemeliharaan jalan sudah diserahkan kepada RT dan RW.
Ibunda Damar, SM, mengungkapkan kekecewaannya, “Kepala Desa malah bilang, bukan hanya kami yang rugi. Dia sendiri yang punya tujuh petak sawah juga merasa dirugikan karena tidak bisa pakai Combi. Tapi, saat mediasi, kok malah tidak punya pendirian,” ucapnya.
Upaya mediasi yang melibatkan berbagai pihak, termasuk Polsek, Kecamatan, dan Koramil, pun menemui jalan buntu. Polsek menawarkan solusi agar Combi tetap bisa beroperasi dengan kompensasi dari pihak Damar. Pihak Kecamatan juga menyarankan peningkatan mutu jalan. Namun, semua usulan itu ditolak mentah-mentah oleh ketua RT dan RW.
Suara Warga dan Sorotan Media Sosial
Seorang warga setempat yang enggan disebutkan namanya mengaku malu dengan kejadian ini. “Saya cuma disuruh datang, sebenarnya saya malu sampai ada kejadian seperti ini,” ujarnya.
Kisah Damar ini kemudian viral di media sosial, memicu simpati dan dukungan dari kalangan petani muda, wakil gubernur Jawa Tengah, hingga Mentri Pertanian. Banyak yang menyayangkan sikap perangkat desa yang dinilai menghambat kemajuan pertanian.
Harapan Terakhir
Orang tua Damar berharap masalah ini bisa segera diselesaikan dengan bijak. Mereka menegaskan bahwa pihak vendor Combi sudah memiliki SOP yang jelas dan mereka bersedia memberikan kompensasi jika memang diperlukan.
Kakak Damar menambahkan bahwa kasus ini telah disampaikan kepada Wakil Bupati Klaten, Benny Indra Ardhiyanto, dan dijanjikan akan segera dimediasi oleh Dinas terkait dan pihak Kecamatan.
Kasus yang menimpa Damar ini menjadi cermin bagi permasalahan yang lebih luas terkait modernisasi pertanian di pedesaan. Di satu sisi, teknologi modern seperti alat berat Combi dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Namun, di sisi lain, perlu ada solusi yang bijak agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan infrastruktur desa. Kasus Damar ini dapat menjadi momentum untuk mencari solusi yang adil dan berkelanjutan bagi semua pihak.
(Desi)


Komentar Klik di Sini