SURABAYA – METROPAGINEWS.COM || Ahli Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (UNAIR) menyebut keracunan massal masakan olahan kurban di Surabaya dikarenakan bahan utama yakni daging.
Pakar Ahli Gizi FKM Unair, Annis Catur mengatakan bahwa komposisi daging sapi dan kambing relatif sama. Meski bedanya tidak terlalu signifikan yakni kandungan lemak dan aroma.
Annis menilai yang menyebabkan keracunan daging itu bukan karena komposisi, melainkan daging tersebut mengalami kerusakan.
“Karena itu protein tinggi mudah busuk. Antara sapi dan kambing berbeda waktu penanganannya. Jadi kalau sudah lebih dari 6 jam sudah sangat berbeda dan cenderung busuk,”kata Annis, kepada media Minggu (2/6/2023).
BACA JUGA : Wali Kota Eri Cahyadi Terima Dua Penghargaan di HUT Ke-77 Bhayangkara
Terlebih lagi, jika penanganan proses sembelih daging tidak higienis sehingga mempercepat pembusukan protein. Ia menyebut daging rusak mempunyai ciri yakni bau yang tidak sedap.
“Kalau daging kambing jauh lebih cepat pembusukan. Karena kalau udah lewat 6-10 jam pasti rusak,”ungkapnya.
“Apalagi penyembelihan kurang higienis. Kadang masih ada cairan, habis sembelih tidak di taruh ditempat yang bagus, itu menyebabkan kerusakan lebih cepat,” lanjutnya.
Annis membandingkan pemotongan yang dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) yang dilakukan secara higienis dan cepat. Tak lebih dari dua jam, daging kurban sudah langsung disalurkan.
“Mungkin biasanya kambing dipotong dibiarkan dulu, karena kecil-kecil itu otomatis lebih lama. Pembagiannya dibarengin dengan daging sapi”ucapnya.
Lebih lanjut Annis menerangkan, jika ada tanda-tanda bau harus ditangani dengan merebus di suhu 80 derajat dan pencucian yang tepat.
“Tapi kalau busuknya tajam lebih baik tidak dikonsumsi. Cuci bersih beberapa kali lalu dipanaskan dengan waktu cukup. Kalau kondisinya tidak parah bisa,”tuturnya.
Ia menambahkan, seharusnya daging sapi dan kambing lebih baik jangan dicampur. Menurutnya, daging sapi lebih awet dibandingkan kambing.
“Karena sapi lebih keset jadi mikroba tidak cepat berkembang. Kalau kambing lebih lembek, jadi kalau buat sate lebih mudah,” jelasnya.
Annis menyebutkan, jika daging bagus dicampur dengan daging rusak, akan menyebar dan membuat daging bagus cepat rusak pula.
“Kalai dicampur bisa keracunan, karena mikroba yang hidup di protein bisa menyebar,” pungkasnya.
[Redho]