OPINI – METROPAGINEWS.COM || Budaya berasal dari kata budi dan daya budi yang artinya pikiran dan daya yang artinya usaha, kerja. Jadi berdasarkan penjabaraan diatas pengertian budaya adalah hasil dari karya atau ciptaan berupa pikiran dalam bentuk abstraknya dan kerja dalam bentuk konkretnya.
Kebudayaan menjadi sesuatu yang sangat melekat dalam diri setiap individu dan dapat dijadikan sebagai patokan dalam bertindak . Budaya berangkat dari sebuah kebiasaan yang dibiasakan dan dibenarkan serta dalam lingkup lebih kecil dianggap luhur dan bersifat memaksa bagi pribadi yang menganutnya.
Kebudayaan dapat dilihat dari kebiasaan (folkways) adat istiadat (custom) yang dilakukan secara terus menerus serta spesifiknya menganut nilai sakralitas, religius, sosial, moral, kesusuilaan yang terikat satu sama lain dan juga lekat pada siapapun yang menganutnya secara absoulut. Konkretnya budaya dapat diwujudnyatakan dalam bentuk Bahasa, suku, kepercayaan yang dianut, tarian.
Indonesia yang adalah negara dengan peringkat 39 sebagai negara kebudayaan terbanyak, peringkat ke 2 bahasa terbanyak peringkat 2 suku terbanyak di dunia. Pencapaian diatas menjadi suatu kebanggan tersendiri sehingga dunia memberikan banyak julukan kepada negara Indonesia untuk menggambarkan potensi diatas sebut saja salah satunya julukan zamrud khatulistiwa.
Disamping keberagaman serta potensi diatas masyarakat Indonesia juga terbuka akan kemujuan yang ada. Salah satu aspek kemajuan yang terus menggerus adalah sistem informasi dan komunikasi yang juga terus mengalami pergerakan yang dinamis. Menurut data BPS dari hasil pendataan Survei Susenas 2022, 66,48 persen penduduk Indonesia telah mengakses internet di tahun 2022 dan 62,10 persen di tahun 2021. Hal diatas mengindikasi bahwa masyarakat Indonesia hampir Sebagian besar berpartisipasi dalam perkembangan yang ada.
Kehidupan manusia tidak terlepas dari dinamisnya perkembangan teknologi. Dewasa sekarang teknogi yang awalnya menjadi tangan kiri manusia tetapi semuanya seolah berubah dan berbanding terbalik manusia yang menjadi dari budak teknologi sehingga ada dua hal , antara manusia menjurumuskan diri atau manusia yang terjerumus oleh perkembangan tersebut.
Hal ini menimbulkan tanda tanya besar antara yakni zaman yang menuntut atau zaman yang dituntut. Perkembangan yang terjadi lazimnya menggiurkan para pelaku zaman dengan memudahkan segala hal, segala pekerjaan dapat dengan mudah dihandle melalui satu pencetan jari. Salah satu aspek yang menjadi focus perhatian adalah aspek budaya sehingga munculnya sebuah sebutan di zaman sekarang atau meme yakni budaya modern dan berbagi lingkup didalamnya.
Budaya modern hadir dengan berbagai tawaran dan kekinianya serta selalu up to date akan berbagi perkembangan yang terjadi. Setiap oknum yang menjerumuskan diri tentunya selalu bersikap antusias serta menerima perubahan dan bahkan sampai pada life style mengikuti budaya moden ini. Sebaliknya oknum yang terjerumus seringkali menunjukan sikap skeptis dan selektif. Serta dianggap sebagai mereka yang terbelakang.
Gejolak masyarakat yang demikian seolah selalu menuntut dan dituntut untuk selalu up to date untuk mengikuti setiap perkembangan atau dalam arti yang lebih sempitnya mengikuti tren Masyarkat yang terjerumus juga akan mengalami yang namanya culter shock yang adalah posisi atau keadaan masyarakat yang sulit untuk menerima perubahan yang ada. Juga ada yang disebut culter lag, culter lag adalah keadaan masyarakat yang ketertinggalan akan berbagai perubahan yang sehingga terkadanag sulit untuk menyesuaikan diri.
Pelaku utama sekaligus sasaran dari budaya modern sebagai wujud perkembangan sekarang adalah pemuda atau generasi z dan milenial yang memilki title sebagai tunas bangsa. Dikutip dari Hasil Sensus Penduduk 2020, jumlah generasi Z mencapai 75,49 juta jiwa atau setara dengan 27,94 persen dari total seluruh populasi penduduk di Indonesia. Sementara itu, jumlah penduduk paling dominan kedua berasal dari generasi milenial sebanyak 69,38 juta jiwa penduduk atau sebesar 25,87 persen. Era sekarang pemuda yang menggerakan serta menghidupi dan menjadi dominasi dalam budaya modern.
Budaya modern sebagai salah satu aspek atau hasil karya dari perkembagan yang ada. Kebudayaan modern seperti k-pop, Menurut laporan dari Korean Foundation atau KF, jumlah penggemar K-Pop secara global mencapai 178 juta yang didominasi oleh kaum muda pada tahun 2022. K-Pop ini menjadi salah satu kebudayaan yang dianggap modern dan sangat kekiniaan dan bahkan tak sedikit orang mengikuti gaya hidup dari budaya baru ini. Di Indonesia puncak event dari penggemar idol K-Pop adalah konser girl band yakni BLACK PINK dilansir dari suara com penontonnya mencapai 70 Ribu Penonton Hadir, Konser BlackPink Diperkirakan Raih Uang Hingga Puluhan Miliar. Blackpink mengadakan konser dua hari di Jakarta yang digelar pada tanggal 11-12 Maret 2023.
Konser yang bertajuk “Born Pink” ini diselenggarakan di GBK. 70 ribu tersebut belum dijangkau secara keseluruhan karena beberapa diantaranya beberapa kota yang jauh dari Jakarta tetapi belum berkesempatan hadir untuk menonton secara langsung. Dominan Beberapa diantaranya merubah gaya hidup (life style) dan mengidentifikasikan serta mengimitasikan diri mereka supaya serupa dengan idiol atau idola yang mereka sukai. Sekilas hal diatas mengindikasi bahwa para penggemar (fans) menjerumuskan diri kedalam arus perubahan dan bahkan merubah Sebagian diri.
Kecendrungan diatas sangat bertolak belakang dengan kebudayaan local serta nilai-nilai luhur yang sudah tertanam. Dan lagi lagi pemuda sebagai obyek nyata dari hal tersebut. Penjelasan pada paragraph pertama yang telah dipaparkan penulis, mengenai budaya yang menganut nilai nilai seperti sosial, moral, kesusilaan, sakralitas perlahan terkikis oleh hadirnya budaya mordren ini. Hal yang paling konkret adalah cara berpakaian (fashion) dari penggemar. Pakaian yang dianggap sangat vulgar dianggap, sehingga kebudayaan yang originalpun seakan terlempar jauh dan digantika dengan meningkatnya nilai fulgaritas yang tinggi
Terbukanya lapisan masyarakat terhadap berbagai perubahan yang terjadi mengubah mind set masyrakat untuk selalu beradaptasi akan perubahan yang ada. Tetapi tak disangka bahwa masyarakat kekurangan dedikasi akan hal ini. Masyarakat mengalami dilema yang mana masyarakat selau dihadapkan pada pilihan yang cukup sulit untuk mengambil keputasan yang konsisten. Seperti yang telah dijabarkan di atas, penulis telah memberi tittle pemuda sebagai tunas bangsa dan yang berperan aktif dalam perkembangan zaman. Pemuda yang akan bermain peran dan menentukan karakternya sendiri untuk menyikapi perubahan yang terus mengalami proses dinamis atau pergerakan dinamis. Budaya modern yang terus menerus mempengaruhi nilai nilai budaya local setempat perlu adanya proses filterisasi. Sikap selektif dari pemuda sangat diperlukan untuk menyikapi hal ini.
Budaya local serta nilai didalamnya yang sudah tertanam sejak lama hingga diakui oleh kancah internasional harus tetap bertahan sampai kapanpun itu. Sikap selektif yang cermat mestinya dipahami dengan baik yakni memilih pilihan yang terbaik. Budaya modern tidak dapat kita cegah dengan apapun karena ada masyarakat yang termasuk didalamnya adalah pemuda terus menerus menjerumuskan diri akan perubahan yang ada. Buadaya modern yang selau menyuguhkaan hal hal yang bersifat rekreatif, vulgar, meninabobokan pemuda sehingga pemudapun tergiur akan hal ini.
Fenomena yang selalu terjadi dapat disikapi dengan melakukan upaya repretif. Pemuda mestinya cermat dalam menyikapi fenomena diatas. Perwujudan dari Upaya repretif diatas adalah dengan melakukan alkulturasi atau percampuran yang tanpa menghilangkan kebudayaan asli. Budaya local dapat diperkenalkan dengan cara yang modern yakni menjadikan fashion dengan motif local. upaya lain yang ditawarkan adalah upaya preventif yakni upaya pencegahan dengan memanfaatkan teknologi infomasi salah satunya menyebarkan pamfel-pamflet,baliho dengan menyadarkan pemuda akan pentingnya mewariskan budaya local.
Oleh : Andreas Eka Puta Dung SMAK Seminari ST Yohanes Paulus II, Labuan Bajo