KLATEN-METROPAGINEWS.COM || Perpaduan kolaborasi antara religi, kebudayaan dan nasionalisme yang di kemas sedemikian rupa dengan dzikir sholawat, doa bersama hingga mocopat dan tarian Sufi menarik perhatian banyak orang.Selasa (22/10/2024). Tanah Jawa bersama Njeng Sunan
Salah satu warga Widodo yang berlokasi di Dk Kripik Malangan Tulang.
Terlihat tidak hanya warga setempat yang datang untuk menghadiri acara tersebut di area parkir terlihat banyak kendaraan roda empat dan dua terparkir dan itu menunjukkan banyaknya undangan yang datang dari luar wilayah.
Kyai Hartoto kusnin sebagai pendiri “Njeng Sunan” saat ditemui wartawan setelah selesai acara menejelaskan maksud tujuan dan harapannya dalam acara yang sering di gelar setiap 35 hari sekali.
“Tujuan di bentuknya Njeng Sunan adalah bentuk dari rasa mirisnya dengan generasi muda sekarang yang tidak lagi mengenal budaya dan kebudayaan,” ujarnya.
Menurutnya, dengan mengikuti jejak para wali terdahulu maka kyai Hartoto pada awalnya 2017 sering mengadakan perkumpulan majelis doa lalu terfikir lah kenapa tidak melibatkan tradisi tradisional yang sebagian masih melekat dan kemudian di kolaborasiknalah tiga unsur kuat di dalam nya yaitu ” Reliji agar kita tetap taat beragama apapun itu agamanya.
Kebudayaan yang di kemas dalam mocopat atau syair lagu , Pusi yang banyak mengandung makna kehidupan manusia,satu lagi yaitu Nasionalisme,kita adalah orang Indonesia dan lahir di tanah Jawa agar NKRI kita tetap terjaga dan tidak di lupakan siapa kita sejatinya,karna itulah setiap penutup acara selalu di akhiri dengan menyanyikan lagu Nasional, paparnya.
Di dalam setiap acara yang di gelar selalu ada tarian manembromo dengan beranggotakan lima orang penari yang di tarikannya adalah simbol unsur-unsur yg ada di bumi yaitu tanah,air,api,angin dan satu lagi yaitu diri sendiri, jadi semua unsur yang ada didiri kita.
Adapun penari sufi yang berputar dalam durasi kurang lebih 20 menit atau sesuai mocopat yang di lantunkan adalah gambaran bahwa tidak ada bentuk arah manapun untuk kita terhubung
Kepada Alloh,sang hyang tuhan kita semua dan kita menjadi poros.
Suasana pun didukung dengan simbul lampu lilin atau penerangan yang tidak terlalu terang agar tercipta suasana untuk mencapai keheningan.
Tapi yang lebih menarik lagi dalam acara tersebut di “Njeng Sunan” adalah agama apapun bisa terlibat di dalamnya dari segi usia tidak di batasi karena memang terlihat banyak anak anak usia 6 th dan remaja ikut mengikuti acara tersebut.
” kami tidak mempunyai batasan apapun siapapun bisa terlibat didalam nya tua muda anak anak laki laki dan perempuan.
Selama bisa membuat kebahagiaan dan tidak ada unsur paksaan kami mempersilahkan untuk Sinau bareng ” ujar kyai.
Kami adalah Bhinneka tunggal Ika,dan ke lima sila terkandung di dalamnya untuk kami terapkan maka marilah kita bangkitkan kembali religi kebudayaan dan rasa nasionalisme agar anak cucu di kemudian hari bisa tetap mempertahankan kekayaan Indonesia yang terkenal dengan kebudayaannya, pungkasnya.
Reoprter : Desi