KLATEN -METROPAGINEWS.COM || Sore yang hangat di Colomadu menyuguhkan pengalaman berbeda bagi tim Ngantilalicaraneturu Tour Guide Community. Alih-alih sekadar menikmati panorama alam, mereka menyelami proses kreatif di workshop CRM Craft milik Tiyono, pengrajin rotan andal asal Karanganyar. Di sinilah ide wisata edukatif pertama kali tercetus, menggabungkan kunjungan desa wisata dengan pelatihan pembuatan benang serat pelepah pisang. Wisatawan tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga berperan aktif mengolah limbah agraris menjadi produk berkualitas (12/08/2025).
CRM Craft selama ini berfokus pada furniture rotan, tetapi belakangan merambah bahan baku alternatif, serat pelepah pisang, eceng gondok, dan kertas daur ulang. Tiyono memaparkan langkah demi langkah proses pengolahan pelepah pisang, pemilihan pelepah muda, pemotongan daging luar, dan pengeringan di bawah sinar matahari. Setelah kering, serat direbus singkat untuk melembutkan lalu dipintal secara manual atau dengan mesin sederhana. Proses ini mudah diikuti, sehingga cocok dijadikan aktivitas wisata interaktif.
Penelusuran bahan baku sekaligus latihan teknik dasar memanjakan wisatawan dengan sensasi baru. Saat mereka mencoba memintal serat pisang, kesabaran dan ketelitian diuji, seraya memahami nilai ekonomis di balik limbah agrikultur. Aktivitas seperti ini menyajikan cerita ganda, bagaimana sebuah desa mampu mengubah sampah kebun menjadi benang halus yang bernilai, sekaligus menumbuhkan kesadaran pentingnya keberlanjutan dan pengurangan limbah.
Gagasan mobile workshop memperkaya konsep wisata edukatif ini. Unit pengolahan mini yang dilengkapi instruktur berpengalaman akan berkeliling desa, menjemput wisatawan ke lokasi-lokasi terpencil. Wisatawan cukup datang ke balai desa atau halaman rumah warga, lalu ikut serta dalam rangkaian demo hingga praktik langsung. Setelah benang siap, produk anyaman berupa tas kecil, gelang, atau dekorasi rumah bisa dibawa pulang sebagai oleh-oleh unik, hasil jerih payah sendiri.
Kolaborasi antara desa, BUMDes, dan home industry dibangun untuk menjamin ketersediaan bahan baku serta stabilitas harga. Kepala desa bertugas menyediakan ruang kerja dan pelepah pisang segar, BUMDes mengambil peran sebagai pengumpul serat, sedangkan perajin dan wisatawan bersama-sama mengolah. Skema ini menjaga distribusi adil, menghindarkan persaingan tidak sehat, serta meningkatkan pendapatan desa melalui pendapatan asli daerah dari objek wisata baru.
Konsep wisata edukatif ini juga membuka ruang pemberdayaan kelompok rentan. Ibu-ibu PKK, pemuda, hingga penyandang disabilitas dapat dilibatkan sebagai asisten instruktur, pemandu cerita, maupun tenaga produksi skala kecil. Dengan modul pelatihan yang mudah dipahami dan dibawa pulang, mereka dapat memproduksi benang pelepah pisang dari rumah setelah program berakhir. Pendapatan tambahan memperkuat ketahanan ekonomi keluarga dan mendorong partisipasi aktif anggota masyarakat.
Dampak lingkungan menjadi poin unggulan dalam promosi wisata ini. Dengan memanfaatkan pelepah pisang yang biasa terbuang, desa mempraktikkan ekonomi sirkular secara nyata. Limbah agraris tidak menumpuk, memperkecil risiko penyakit tanaman, dan meminimalkan polusi. Wisatawan yang peduli lingkungan akan merasakan kepuasan ganda: menikmati keindahan desa sekaligus berkontribusi pada pelestarian sumber daya alam.
Untuk memperluas jangkauan, tim Ngantilalicaraneturu menyiapkan konten edukatif digital. Foto proses, video tutorial memintal, dan cerita inspiratif tentang Tiyono akan disebar lewat media sosial. Dengan hashtag kampanye khusus misalnya #SeratPisangGoGreen dan #WisataAnyam yang akan mengundang komunitas pecinta kerajinan, traveler, dan investor sosial. Nantinya kunjungan virtual pun memungkinkan calon wisatawan melakukan “tur online” sebelum memesan paket kunjungan langsung ke Colomadu atau desa sekitar yang melakukan aktivitas produksi.
Minat pasar internasional kini mengintip peluang ini. Eropa dan Amerika Serikat sangat menghargai produk craft berkelanjutan. Aspek pemasaran dapat menekankan keunikan anyaman serat pisang, sertifikasi organik, dan tiket kunjungan wisata edukatif. Jika rantai pasok dijaga konsistensi kualitas dan kuantitas, produk anyaman bisa diekspor dengan harga premium. Desa wisata dan sentra kerajinan CRM Craft (Cahaya Rotan Mandiri) Colomadu bisa berpotensi menjadi destinasi niche bagi ekowisatawan global.
Menutup rangkaian kunjungan, Tiyono menegaskan pentingnya komitmen bersama. Seluruh stakeholder, dan berpesan pada kades, BUMDes, perajin, hingga pihak tour guide wisata, untuk diajak duduk merancang roadmap. Tahapan dimulai dari pelatihan dasar, pemerolehan alat sederhana, hingga pembangunan pusat pelatihan tetap. “Sulit bukan alasan. Serat pisang sudah tersedia di kebun Anda. Dengan niat dan kerja sama, desa kita bisa jadi model wisata kreatif berbasis agrikultur,” ujarnya.
Langkah selanjutnya akan meliputi uji coba paket wisata, evaluasi respons wisatawan, dan penyesuaian modul pelatihan. Ipunk, pemandu wisata Ngantilalicaraneturu Tour Guide Community, menyatakan kesiapan timnya untuk memfasilitasi kunjungan, menyusun modul workshop interaktif, dan membuka jejaring dengan agen wisata. Semua upaya menyatu dalam satu visi, menjadikan potensi anyaman serat pelepah pisang sebagai penggerak ekonomi, sosial, dan lingkungan, serta magnet baru wisata desa.
Akhirnya dari kunjungan singkat Ngantilalicaraneturu Tour Guide Community ke workshop CRM Craft Tiyono ini semakin membuka lagi wawasan dan proyeksi ke depan terkait pemanfaatan limbah, pemberdayaan masyarakat desa, dan potensi pengembangan wisata desa.
( Pitut Saputra )
Komentar Klik di Sini