MALANG – METROPAGINEWS.COM || Kehadiran Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) nasional sebagai panduan bagi para aparat penegak hukum (APH) menimbulkan sejumlah tantangan baru. Tantangan ini terutama dalam hal mengubah pola pikir (mindset) masyarakat Indonesia, utamanya APH, tentang bagaimana memperlakukan hukum pidana.
Hal itu disampaikan oleh Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej saat memberikan keynote speech sekaligus membuka rangkaian kegiatan Kumham Goes to Campus 2023 di Universitas Brawijaya hari ini (25/ 5). Pria yang akrab disapa Eddy itu mengatakan KUHP baru ini tidak dibuat dengan mengedepankan hukum pidana sebagai lex talionis atau sebagai sarana balas dendam.
“Apa maksudnya? Yang ada di benak kita semua, ketika kita berhadapan dengan hukum pidana, ketika kita berhadapan dengan masalah hukum, katakanlah mungkin barang kita dicuri, kita ditipu, atau barang kita digelapkan, maka biasanya yang ada di dalam benak korban kejahatan, agar pelakunya segera ditangkap, ditahan, dan dihukum seberat-beratnya,” kata Eddy.
Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada itu menyatakan, jika seseorang masih memiliki mindset seperti itu, artinya kita masih mengedepankan dan mempergunakan hukum pidana sebagai sarana balas dendam (lex talionis).
“Padahal orientasi hukum pidana tidak lagi sebagai sarana balas dendam. Jadi perubahan mindset kita, dan perubahan mindset APH ini adalah tantangan terbesar (dalam menyosialisasikan KUHP baru),” ujarnya pada kegiatan yang digelar di Gedung Widyaloka Universitas Brawijaya tersebut.
Dalam masa tiga tahun sosialisasi KUHP ini, kata Eddy, akan dilakukan sosialisasi utamanya kepada APH agar ada kesamaan parameter, kesamaan standar, kesamaan ukuran, dalam menerjemahkan, dalam menafsirkan pasal demi pasal yang ada di dalam KUHP.
BACA JUGA : Ketua MPR RI Bamsoet Tegaskan Negara Butuh Haluan
“Ini semata-mata untuk mencegah jangan sampai terjadi disparitas penegakan hukum antara satu daerah dengan daerah yang lain, antara satu penegak hukum dengan penegak hukum yang lain,” ucap Eddy. “Sehingga sasaran sosialisasi itu, selain kepada seluruh masyarakat Indonesia, tetapi yang paling pertama dan utama adalah kepada APH,” imbuhnya.
Selain itu, masa sosialisasi ini juga digunakan untuk mempersiapkan berbagai peraturan pelaksanaan dari KUHP itu sendiri.
“Karena KUHP ini tidak begitu rinci mengatur, tetapi membutuhkan berbagai aturan pelaksanaan yang akan melaksanakan KUHP itu sendiri, baik dalam bentuk undang-undang maupun dalam bentuk peraturan pemerintah,” jelas akademisi berusia 50 tahun ini.
Sebelumnya, Wakil Rektor III Universitas Brawijaya, Setiawan Noerdajasakti menyambut baik atas diselenggarakannya kegiatan Kumham Goes to Campus 2023 di kampusnya. Karena bisa menjadi wadah untuk menyosialisasikan berbagai kebijakan program dan layanan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) kepada masyarakat, khususnya civitas akademika Universitas Brawijaya.
“Tentunya ruang diskusi yang akan muncul, yang nanti akan dipicu oleh sejumlah narasumber, merupakan ruang bagi kita bersama untuk mencermati dan memahami kebijakan KUHP baru,” ujarnya.
Kumham Goes to Campus 2023 Jawa Timur di Universitas Brawijaya merupakan kota kesembilan dari rangkaian 16 kota di seluruh Indonesia dalam penyelenggaraan sosialisasi KUHP di tahun 2023 ini.
Selain Wamenkumham, kegiatan di kota pelajar ini menghadirkan tiga orang narasumber lainnya. Yaitu Guru Besar Univeritas Indonesia Prof. Harkristuti Harkrisnowo yang memberikan materi dengan judul Membangun Paradigma Baru Pidana dan Pemidanaan melalui KUHP Baru. Juga Guru Besar Universitas Jember Prof. Dr. M. Arief Amrullah yang membahas Kebaruan Hukum Pidana Nasional.
Pembicara lainnya adalah Akademisi Fakultas Hukum Universitas Trisakti Dr. Albert Aries dengan tema Tindak Pidana Khusus dan Tindak Pidana Baru dalam KUHP Nasional.
(Humas Kemenkumham Jatim)