BULELENG – METROPAGINEWS.COM || Apatisnya dan tidak kepedulian terhadap warisan budaya leluhur menjadi momok kehancuran suatu kebudayaan dijaman sekarang ini. Ratu sawan
Hal tersebut di ungkapkan oleh Ratu istri Ida Ayu Putu Ariani istri dari mendiang Ratu Lanang Ida Bagus Putu Jelantik pada acara upacara Piotonan Alit di Griya Sawan Kemenuh Desa Sawan Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng Bali.Minggu (12/12/2025).
Usaha yang dilakukan Ratu IB Putu Jelantik sebagai pemangku adat Desa Sawan Buleleng Bali patut di hargai.
Menurutnya semasa akhir hidupnya melinggih, sudah sebagian lontar warisan budaya peninggalan leluhur di terjemahkannya.
Upaya untuk melestarikan warisan budaya leluhur, lontar lontar yang sebagian sudah rusak tersebut, saat ini di simpan dan di rawat oleh Departemen Kebudayaan,dalam keterangan Ratu Putu Ariani.
Hal tersebut di lakukanya karna purusa-purusa atau anak laki-laki dalam keluarga semakin minim, sehingga menjadi penyebab tidak adanya penerusnya.
Memang tidak mudah dan ada syarat tertentu untuk melinggih sebagai Ratu.
Ratu Putu mengatakan “isi dari lontar tersebut adalah berbagai ilmu,dan sejarah sejarah, silsilah keturunan,perjalan,pengobatan,dan tentunya masih banyak lagi,”ucapnya
Di ketahui Ratu Lanang dan Ratu istri berasal dari wangsa Brahmana Kemenuh.
Ada empat nama dalam kasta Brahmana yang di sebut Catur Brahmana antara lain Brahmana Kemenuh, Brahmana Manuaba, Brahmana Keniten dan Brahmana Mas.
Beda hal dengan jaman dahulu,saat ini biasanya bisa di lihat dari prasasti yang tertulis pada gerbang pintu masuk Griye jika ingin mengetahui masuk dalam wangsa apa Brahmana tersebut.
Halaman dalam Griya Sawan terdapat Pura tertua yang berusia ratusan tahun dengan pintu masuk Paduraksa.
Pura tersebut bernama Pura Tiga Khayangan.
Ada yang unik dalam Griya Sawan tersebut,
pura berjejer langsung tanpa sekat dengan mrajan Sawan.
Di ketahui hanya di situlah satu satunya pura yang seakan akan menjadi satu dengan mrajan.
Ratu istri Putu Ariani mengatakan mrajan itu sendiri artinya sanggah atau tempat ibadah keluarga,sedangkan pura itu dalam lingkup besar.
Pura tersebut bisa di pakai oleh siapapun yang akan melakukan upacara besar seperti odalan.
Menurut sejarahnya,Ratu mengatakan “sebelum ada desa desa saat ini,pura tersebut sudah ada terlebih dahulu yang berusia ratusan tahun sehingga desa desa yang sudah mulai berkembang dan belum memiliki pura, mereka menggunakan Pura Tiga Khayangan ini,dan menjadi tempat satu satunya persembahyangan bagi siapa saja,”paparnya.
Saat ini banyak di jumpai pura pura karna memang setiap desa sudah memiliki tempat ibadah masing – masing.
Namun untuk Pura Tiga Khayangan yang terdapat di Desa Sawan di anggap paling tua dan para sesepuh bahkan raja pun masih menggunakan pura tersebut untuk upacara besar.
Tersirat dalam pesan Ratu bentuk kepasrahan saat di wawancarai mengenai kedepannya Griye Sawan yang Artinya “Rumah megah di tepi hutan,” Ratu berkata ” seharusnya saat ini pewaris pewaris jangan hanya meminta hak tetapi dedikasikanlah sebagian hidupnya untuk turut melestarikan merawat dan menjaga amanat leluhur agar tidak mati jalan atau lenyap,karna bukan hanya sebagai kekayaan saja tapi aset budaya bangsa,” pungkasnya.
(Desi)