MALANG – METROPAGINEWS.COM || Suasana pendopo Dusun Sendangbiru, Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Rabu malam (12/11/2025), berubah panas. Pertemuan urun rembuk yang awalnya membahas pendataan warga pendatang, menjalar ke isu yang lebih luas — dugaan pembunuhan, pengelolaan rusun, pembuangan sampah sembarangan, hingga ketiadaan kontribusi Dinas Perikanan Provinsi Jawa Timur terhadap desa.
Kades Tegas: “Omah di Lenboni Wong Kok Tanpo Kulo Nuwun”
Kepala Desa Tambakrejo, Agus Yafet, dengan tegas menyoroti lemahnya pendataan warga pendatang. Dalam bahasa Jawa, ia menegaskan:
“Omah di lenboni wong kok tanpo kulo nuwun! Semua pendatang harus kulonuwon, yang pergi juga wajib pamitan. Di perdes sudah tertulis jelas, tamu 1×24 jam harus lapor. Siapapun yang masuk ke rumah kita harus diketahui,” ucap Agus Yafet di hadapan warga.
Menurutnya, semua pengusaha yang mendatangkan tenaga kerja dari luar daerah wajib melakukan pelaporan berjenjang dari RT, RW, kasun hingga ke pemerintah desa.
“Kita tidak membatasi orang mencari nafkah, tapi harus bisa antisipasi sejak awal untuk menjaga lingkungan tetap aman,” tegasnya.

Dalam forum itu, para tokoh masyarakat (Tomas) sepakat memberlakukan sanksi tegas bagi pendatang yang tidak kooperatif, bahkan ada usulan “deportasi lokal” bagi pelanggar aturan.
Kasus Mayat Gantung di Rusun: Desa Jadi Sorotan
Rembuk warga ini digelar menyusul penemuan mayat seorang pria tergantung di sebelah rusun Sendangbiru. Kasus tersebut hingga kini masih dalam penyelidikan aparat kepolisian.
Warga bernama Eriyo, anggota kelompok tani, menyampaikan keprihatinannya:
“Desa kita jadi sorotan tajam. Kita sama-sama tidak tahu itu dibunuh atau gantung diri, tapi jelas harus ada koordinasi aktif antara warga, RT, RW, dan pemerintah desa,” ujarnya.
Sementara Eko Gondrong menyoroti lemahnya pengawasan terhadap rusun:
“Rusun itu sering bermasalah. Harus jelas siapa yang boleh nginap, siapa pengelolanya, kenapa anak warga bisa nginap di situ? Keamanan harus diperketat,” tegasnya.
Rusun Diduga Jadi Kedok Usaha Café dan Peredaran Miras
Tokoh masyarakat sekaligus pengurus KUD, Budi, menilai pengelolaan rusun tidak transparan dan cenderung disalahgunakan.
“Nama pengelola dan nomor teleponnya harus dipampang jelas. Jangan seperti sekarang, rusun malah identik dengan usaha café,” sindirnya.
Ia juga menyinggung minimnya kontribusi dari pelabuhan dan Dinas Perikanan Provinsi Jatim, padahal mereka menggunakan aset dan wilayah desa tanpa kompensasi apa pun.
“Mereka cuma pinjam tempat, tapi tidak ada kontribusi ke desa. Itu harus dievaluasi,” tegas Budi.
Sampah dan Limbah Laut Jadi Ancaman Serius

Ketua KTH, Yaturi, menyampaikan kritik pedas soal pengelolaan sampah dan limbah:
“Kalau pantai selatan mau dijadikan wisata ‘Pulau Seribu’-nya Jawa Timur, tapi sampah masih berserakan, ya rusak citranya. Siapa pun yang buang sampah sembarangan, foto saja, biar ada bukti untuk menegur,” katanya lantang.
Ia menambahkan, limbah oli dan sisa aktivitas pelabuhan yang dibuang ke laut juga menjadi persoalan besar.
“Di sini ada Dinas Perikanan dari provinsi, tapi mereka juga harus hormat pada aturan desa,” ujarnya.
Dinas Perikanan Dinilai “Menumpang Lahan Desa”
Dari hasil investigasi lapangan, warga menilai Dinas Perikanan Provinsi Jawa Timur yang berkantor di Sendangbiru terkesan abai dan tidak bersinergi dengan desa.
Beberapa fasilitas pelabuhan dan rusun yang berada di wilayah desa disebut tidak memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Desa (PAD), termasuk hilangnya jatah 0,5% dari hasil pelelangan ikan yang dulu rutin masuk kas desa.
“Rusun itu aset negara yang dulu kita perjuangkan mati-matian. Sekarang malah jadi sumber masalah. Harus ada pengelolaan yang baik dan bertanggung jawab,” ujar Yaturi menutup diskusi.
Sampai berita ini diterbitkan, pihak Dinas Perikanan Provinsi Jawa Timur yang berkantor di Sendangbiru belum bisa dikonfirmasi.
Landasan Hukum dan Pasal yang Relevan
Untuk memperkuat tuntutan warga dan posisi hukum desa, berikut beberapa dasar hukum yang berlaku:
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,
Pasal 26 ayat (4) huruf f:
Kepala Desa berkewajiban membina kehidupan masyarakat desa serta menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat desa.
Pasal 95:
Setiap orang yang menghambat pelaksanaan kewenangan desa dapat dikenai sanksi administratif sesuai peraturan perundangan.
Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 5 Tahun 2019 tentang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat,
Pasal 15:
Setiap pendatang yang tinggal lebih dari 1×24 jam wajib melapor kepada RT/RW atau perangkat desa.
Pasal 37 ayat (1):
Setiap orang yang tidak melapor dapat dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis, denda, atau tindakan lain sesuai kewenangan pemerintah daerah.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah,
Pasal 29 ayat (1):
Setiap orang dilarang membuang sampah sembarangan.
Pasal 40:
Pelanggar dapat dipidana dengan kurungan paling lama 3 bulan atau denda paling banyak Rp10.000.000.
Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa,
Pasal 2 ayat (2):
Setiap pihak yang menggunakan atau memanfaatkan aset desa wajib memberikan kontribusi terhadap PAD sesuai kesepakatan dan peraturan yang berlaku.
Catatan Redaksi
Forum rembuk warga Sendangbiru memperlihatkan kesadaran kolektif masyarakat pesisir terhadap pentingnya tertib administrasi, kebersihan, dan keamanan lingkungan.
Namun di balik itu, muncul sinyal kuat bahwa koordinasi antara pemerintah desa, dinas provinsi, dan pengelola pelabuhan belum berjalan selaras.
Jika tak segera dibenahi, Sendangbiru — gerbang wisata selatan Malang — bisa terjerumus pada konflik sosial dan krisis lingkungan akibat lemahnya pengawasan.
Reporter: Tim Investigasi Metropaginews.com


Komentar Klik di Sini