MALANG – METROPAGINEWS.COM || Dugaan pemerasan Rp 30 juta yang menyeret oknum penyidik Unit 3 Satreskrim Polres Malang mulai memasuki babak baru. Pengaduan masyarakat (Dumas) tersebut kini resmi naik ke tahap Surat Perintah Penyelidikan dan Penindakan (SP3D).
Advokat dan Konsultan Hukum Edik Winarno, S.H & Partners telah menerima SP3D dari Divpropam Mabes Polri dengan nomor B/4674-b/IX/WAS.2.4/2025/Divpropam tertanggal 10 September 2025. Surat itu diteken langsung Plt. Kabagyanduan Divpropam Mabes Polri, Kombes Pol. Dr. Bambang Satriawan, S.I.K., S.H., M.H., dengan tembusan kepada Kapolri, Irwasum, dan Kadiv Propam Polri.
Dalam surat tersebut ditegaskan, laporan dilimpahkan ke Bidpropam Polda Jatim untuk diteruskan ke Propam Polres Malang.
Tak berhenti di situ. Pada 15 September 2025, Edik kembali menerima SP3D dari Sipropam Polres Malang dengan nomor B/64/IX/REN.4.2./2025/Sipropam. Berdasarkan Surat Perintah Kapolres Malang Sprin/1652/IX/HUK.6.6./2025, Unit Paminal Sipropam akan melakukan klarifikasi dan koordinasi dengan penyidik serta penyidik pembantu Satreskrim Polres Malang. Langkah ini disebut sebagai proses uji kebenaran laporan, termasuk dugaan penyidik bertindak tidak profesional dan melakukan pemerasan.
Melalui percakapan WhatsApp, Bidpropam Polda Jatim juga memastikan perkara tersebut kini ditangani Sipropam Polres Malang.
Namun, saat dimintai konfirmasi, baik Kapolres Malang, Kasat Reskrim, maupun Kasipropam Polres Malang bungkam. Pesan yang dikirim via WhatsApp hanya terbaca tanpa respons. Sikap diam ini justru menimbulkan tanda tanya besar: benarkah ada keseriusan untuk menuntaskan dugaan pelanggaran etik sekaligus tindak pidana tersebut?
Kritik dan Catatan Penting
Di balik kasus ini, publik kembali diingatkan pada tuntutan lama reformasi Polri: profesionalisme dan integritas penegak hukum.
Jika benar terjadi, tindakan pemerasan jelas merupakan pelanggaran berat terhadap Kode Etik Profesi Polri (KEPP).
Pasal 10 ayat (2) KEPP menegaskan larangan merekayasa atau memanipulasi perkara.
Pasal 6 PP Disiplin Polri melarang setiap anggota memanipulasi penyidikan demi kepentingan pribadi.
Bahkan, jika ada atasan yang mengetahui namun membiarkan praktik tersebut, maka sikap diam itu sendiri merupakan pelanggaran serius.
Pasal 11 ayat (1) huruf c KEPP melarang atasan menghalangi penegakan hukum terhadap bawahannya.
Pasal 10 ayat (1) huruf f KEPP menyebutkan pemufakatan pelanggaran etik juga merupakan pelanggaran tersendiri.
Lebih jauh, dugaan pemerasan ini bukan sekadar masalah etik. Secara hukum pidana, Pasal 368 KUHP menjerat siapa pun yang memaksa seseorang memberikan uang atau barang dengan ancaman, dengan ancaman pidana sembilan tahun penjara.
Dengan fakta adanya permintaan uang agar tersangka tidak diproses hukum, unsur pasal tersebut nyata terpenuhi.
Pertanyaan Besar
Publik kini menunggu:
Apakah institusi Polri berani menindak tegas anggotanya yang diduga mencoreng nama baik kepolisian? Atau, kasus ini akan berakhir seperti banyak laporan etik lain—mengendap tanpa kejelasan?
Reporter : Tim MPN
Komentar Klik di Sini