KLATEN – METROPAGINEWS.COM ||
Sengketa ! Warga Desa Barukan, Klaten, keluhkan ketidakjelasan ganti rugi proyek Tol Jogja-Solo. Merasa tak dilibatkan,warga kecewa.Kamis (30/10).
Protes terkait ganti rugi lahan untuk proyek jalan Tol Jogja-Solo di Desa Barukan, Kecamatan Manisrenggo, Kabupaten Klaten, belum menemukan titik terang. Sejumlah warga terdampak melaporkan permasalahan ini hingga ke Bupati Klaten, melalui Lembaga Perlindungan Konsumen Negara Indonesia ( LPKNI )
Dari empat warga Desa Barukan yang lahannya terdampak, dua di antaranya secara terbuka menyatakan keberatan atas nilai ganti rugi yang ditawarkan. Mereka merasa tidak dilibatkan dalam proses musyawarah dan survei pengukuran lahan.

(SR), salah seorang warga terdampak yang lahan usahanya sebagian tergusur, mengungkapkan kekecewaannya atas ketidaktransparan proses ini. “Saat survei dan pengukuran, saya tidak pernah dilibatkan. Tahu-tahu kepala desa datang bersama tim survei untuk mengukur,” ujarnya.
(SR) menambahkan, dirinya kemudian diundang ke kantor Desa Tambakan dan diberikan amplop berisi surat pernyataan untuk ditandatangani. “Saya tidak tahu kenapa harus di kantor Desa Tambakan. Di surat itu sudah tertera nominal uang ganti rugi,tanpa cap,tanda tangan dan luas area tergusur dan jenis usaha tertulis tanaman.
Padahal usaha saya batu Kijing,” katanya.
Saya kaget karena hanya mendapat Rp 21 juta, bahkan kios mie ayam yang lebih kecil dari lahan milik saya , dia mendapatkan sekitar Rp 80 jt,dan 1 rumah yang juga berdiri di tanah kas Desa mendapatkan ganti rugi sebesar Rp 236 juta,” paparnya.

Merasa ada kejanggalan, (SR) mengaku telah mencoba meminta klarifikasi kepada Kepala Desa Barukan, Eko Prio Sadono, namun tidak mendapatkan jawaban. Dirinya justru diarahkan untuk bertanya ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). Namun, di BPN pun (SR) tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. “(BPN) hanya mengatakan ‘itu bukan urusan saya’,” ungkap (SR).
(SR) mempertanyakan dasar perhitungan nominal ganti rugi, tempat usaha batu Kijing miliknya ,termasuk uang pembinaan lahan usaha, mengingat dirinya telah mengeluarkan biaya besar untuk meratakan tanah yang dulu seperti jurang,dan membangun pondasi sungai. Ia juga mempertanyakan uang tunggu selama puluhan tahun atas lahan tersebut.
Senada dengan (SR), (DL), warga lainnya, mengungkapkan bahwa tempat tinggalnya sempat diukur tanpa pemberitahuan, namun hingga kini belum ada tindak lanjut.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, warga Desa Tambakan merupakan yang paling banyak terdampak proyek tol ini. Di Desa Barukan, hanya lima orang yang terkena dampak, di mana empat di antaranya merupakan lahan kas desa yang telah dibeli dengan status hak pakai, dan satu orang merupakan tanah milik pribadi.
Namun hingga saat ini Kepala Desa Tambakan belum bisa di temui.
“Sejarahnya, dulu lima kios tersebut ditawarkan oleh kepala desa Barukan terdahulu untuk dibeli, namun hanya sebatas hak guna pakai,” jelas (SR). Lahan kas desa yang kemudian dijadikan empat kapling tersebut diperkirakan sudah ada sejak tahun 1979, saat kepala desanya bernama Wiro Marto.
(SR) hanya berharap adanya kejelasan dan transparansi terkait proses ganti rugi ini. Kejanggalan inilah yang membuatnya enggan menandatangani surat pernyataan yang diberikan.
Saat dikonfirmasi, Kepala Desa Barukan, Eko Prio Sadono, tidak memberikan banyak keterangan. Dirinya hanya menyatakan bahwa tanah tersebut adalah tanah negara. Ia juga menyebutkan bahwa salah satu bangunan yang berdiri di atas lahan tersebut, yang lama kosong dan rusak, adalah bekas rumah seorang carik (sekretaris desa).
Di ketahui rumah tersebut yang mendapatkan ganti rugi sebesar Rp 236 juta.
Tugas Kepala Desa Menurut Aturan
Merujuk pada aturan yang berlaku, tugas kepala desa terkait warga yang terdampak penggusuran meliputi beberapa aspek penting, di antaranya:
– Melakukan upaya perlindungan masyarakat desa.
– Melakukan pembinaan masalah pertanahan di desa.
– Menjaga ketentraman dan ketertiban masyarakat.
– Memberdayakan masyarakat desa.
– Menyelesaikan perselisihan masyarakat.
– Memberikan informasi kepada masyarakat desa.
– Melakukan koordinasi dengan pihak terkait.
Kepala desa juga berkewajiban memastikan proses penggusuran dilakukan sesuai mekanisme yang berlaku dan warga diperlakukan secara manusiawi. Jika ada warga yang keberatan dengan bentuk atau besaran ganti rugi, kepala desa harus memfasilitasi pengajuan keberatan tersebut ke pengadilan negeri.
Upaya (SR) untuk mendapatkan kejelasan dan transparansi terkait luas ukuran lahan dan ganti rugi yang sah dari Kepala Desa Barukan dan lembaga terkait hingga kini belum membuahkan hasil. Pihak terkait diharapkan segera turun tangan untuk menyelesaikan permasalahan ini agar tidak berlarut-larut dan merugikan warga terdampak.
Desi


Komentar Klik di Sini