KLATEN – METROPAGINEWS.COM || Sungai buangan Umbul Besuki di Desa Ponggok menyimpan kekuatan magis yang memikat siapa pun yang menjejakkan kaki di pinggirnya. Di balik gemerlap atraksi bawah air dan kolam renang bening berkilau, kini hadir ruang baru bagi wisatawan yang haus pengalaman: sensasi memancing nila merah langsung di aliran sungai jernih.
Suasana santai berpadu dengan ketegangan setiap kali kail ditarik menciptakan momen unik bukan sekadar hiburan, tapi juga sarana pemberdayaan ekonomi warga.
Sinergi Inklusif di Balik Sukses Umbul Besuki
Keberhasilan Umbul Besuki tak lepas dari sinergi antara Pemerintah Desa Ponggok, BUMDes, dan LUPMMDES. Kolaborasi ini membuahkan tata zona atraksi yang rapi, standar keamanan tinggi, serta pelatihan pemandu lokal. Kepala Desa Junaedi Mulyono bahkan turun langsung dalam rapat bulanan untuk memastikan seluruh aspirasi, termasuk dari penyandang disabilitas, diakomodasi.
Semangat gotong royong terasa kuat. Pemuda kreatif, ibu-ibu PKK, dan lembaga desa saling berbagi ide, membentuk Desa Ponggok sebagai destinasi pariwisata yang inklusif dan inspiratif.
Dari properti underwater photography seperti sepeda ontel dan replika motor di Umbul Ponggok, hingga kolam renang transparan dan latar panorama sawah hijau di Umbul Besuki, pengalaman wisata air di desa ini kian beragam dan memukau.
Panen Nila Bersama: Inovasi Bernilai Sosial Tinggi
Inovasi memancing di aliran sungai alami bermula dari inisiatif budidaya nila merah oleh pemuda desa. Kolam budidaya dikelola dengan kualitas air jernih dan kaya oksigen, menciptakan ekosistem alami tanpa stres bagi ikan.
Puncaknya adalah program “Panen Nila Bersama”, dipelopori LUPMMDES dan didukung komunitas seperti Ngantilalicaraneturu Tour Guide Community. Promosi media sosial membuat acara ini menarik minat luas dari komunitas pemancing berbagai daerah.
Formatnya unik: peserta membayar iuran, memancing di sungai yang dibatasi hulu-hilirnya, dan menanti momen jaring penghalang diangkat agar ikan siap terpancing. Tarikan pertama, jeritan adrenalin, hingga tepuk tangan di atas ponton kayu pinggir sungai semuanya menciptakan atmosfer hangat dan penuh kebersamaan.
“Awalnya kami fokus pada daya tarik bawah air. Tapi ketika pemuda memulai budidaya nila, muncul ide memancing massal. Ini bukan hanya soal wisata, tapi soal memetik hasil jerih payah dan semangat gotong royong,” ujar Nurcholis, Kepala Unit Usaha Umbul Besuki Kiringan Ponggok.
Momen Reuni, Kuliner, dan Dampak Ekonomi Langsung
Bagi banyak keluarga dan komunitas, acara ini menjadi ajang reuni. Mereka berbagi teknik memasang umpan, hingga memotret hasil tangkapan. Ibu-ibu PKK menyajikan nila bakar, sambal khas, dan lalapan segar di warung tepi sungai menghidupkan kuliner lokal yang menggugah selera.
Sistem iuran dan transaksi warung menghadirkan aliran dana baru yang signifikan. Menurut LUPMMDES, pendapatan desa meningkat pada panen pertama. Ini bukan sekadar angka, melainkan simbol bahwa wisata bisa jadi alat konkret pemberdayaan ekonomi.
Yang tak kalah penting, semua berjalan dengan prinsip inklusivitas. Jalur ramah disabilitas, pelatihan pemandu lokal yang mengedepankan storytelling budaya, hingga festival jazz pinggir sawah saat malam, menunjukkan keseriusan desa menjadikan pariwisata sebagai ruang semua kalangan.
Mengalirkan Berkah dari Air, Alam, dan Semangat Bersama
Kegiatan ini menandai transformasi Umbul Besuki dari sekadar kolam jernih menjadi panggung inovasi dan gotong royong. Sensasi kail disambar ikan nila, suara riuh keluarga, hingga aroma sate menyatu dalam harmoni alam dan budaya.
“Kami ingin terus mengeksplorasi potensi desa agar wisata makin berkelanjutan dan memberi manfaat langsung bagi warga,” ujar Nurcholis.
Wisata bukan lagi soal destinasi, tetapi soal nilai dan dampak. Dan Desa Ponggok membuktikan, bahwa dengan semangat bersama dan inovasi dari akar rumput, desa kecil pun mampu menorehkan kisah besar di peta pariwisata nasional.
(Pitut Saputra)
Komentar Klik di Sini