OPINI – metropaginews.com || Makna pendidikan tidak sesempit arti sekolah. Pendidikan tidak hanya terbatas interaksi guru-murid, ujian, menghafalkan rumus, dan tidak terbatas pada waktu SD, SMP, SMA, maupun Perguruan Tinggi. Karena Pendidikan juga terdapat dalam keluarga, masyarakat, industri, perusahaan, organisasi, lingkungan pergaulan, dan masih banyak wadah-wadah komunitas lainnya.
Pendidikan mencakup bagaimana cara kita menemukan ide untuk menyelesaikan masalah yang ada di sekeliling kita secara terstruktur, lebih efektif, lebih efisien, dan tidak melanggar norma yang berlaku. Selain itu, pendidikan mengajarkan rasa tanggung jawab. Tanggung jawab pada diri sendiri, keluarga, kesatuan, agama, negara, ideologi, lingkungan hidup dan kemanusiaan. Pendidikan juga mengajarkan tentang disiplin. Disiplin pada waktu, energi, dan pada tujuan yang ingin dicapai.
Dalam pengertian luas, pendidikan menjadi faktor kunci dalam mencapai kesuksesan. Pada era ekonomi digital sekarang ini, sekolah adalah wajib, namun, pendidikan setelah sekolah―adalah pendidikan yang sebenar-benarnya. Sekolah akan memberi kita “fondasinya”, dan pendidikan setelah sekolah — akan menjadi pembeda seorang dengan yang lainnya.
Jika seseorang mampu membangun “fondasinya” secara lebih efektif dan efisien, lalu tetap mendidik dirinya sendiri setelah sekolah, maka kemungkinan besar dia dapat lebih sukses—dibanding orang yang mengenyam sekolah formal—namun tidak mendidik dirinya dengan bijak. “FORMAL EDUCATION will make you living; but SELF EDUCATION will make you a fortune” —Jim Rohn.
Sorotan hadir dengan tujuan menjadi salah satu “Teman Fondasi” agar pendidikan, tidak berakhir saat memperoleh GELAR, justru ketika menerima GELAR, pendidikan mesti dimulai, MAKA, *Sorotan Riswanda* melalui mobilisasi dan orkestrasi, memantik lahirnya ekosistem ”pendidikan” bagi warga kita semua. ***
Penulis : Assosiate. Profesor Riswanda, PhD
Dosen Universitas Sultan agung tirtayasa ( untirta )
