SURABAYA – METROPAGINEWS.COM || Skema sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Surabaya terevaluasi tidak berjalan maksimal. Pasalnya sebanyak 4628 siswa lulusan SD, termasuk dari Keluarga Miskin (Gamis) belum mendaftar PPDB jenjang SMP, baik negeri maupun swasta.
Hal itu terungkap saat DPRD Surabaya memanggil Dinas Pendidikan (Dispendik) untuk hearing atau jejak dengar soal evaluasi PPDB, Selasa (1/8/2023) kemarin. Hal itu dibenarkan Kepala Dispendik Surabaya, Yusuf Masruh yang menjelaskan bahwa pihaknya sedang melakukan analisa mengenai hal tersebut. Ia menilai ribuan siswa yang belum mendaftar PPDB mungkin memilih ke Pondok Pesantren atau pindah ke luar kota.
“Makanya ini masih kami siapkan. Bisa jadi gamis dan pra gamis. Jadi nanti evaluasi bersama teman-teman dewan. Ada beberapa perkiraan, bisa jadi pindah luar kota ikut orang tua atau memilih untuk mondok ke pesantren. Pada dasarnya ini (PPDB, red) kan sudah melaju, tapi tetap perlu dievaluasi,” kata Yusuf, kepada media
DPRD Surabaya pun menilai terkait penyebab lain dari ribuan calon siswa yang belum daftar itu karena adanya pengurangan rombel di SMP Negeri. Namun, Yusuf pun memampik hal tersebut. Menurutnya, sekolah yang berkurang rombelnya itu karena lulusan setiap tahunya tidak sama, bukan disengaja.
“Tidak. Jadi kelasnya itu lulusan per tahun tidak sama. Yang lulus ini indikator untuk penerimaan tahun ajaran baru. Aturan pemerintah juga menyebut batasan rombel maksimal 11, tidak boleh lebih dari itu,” jelasnya.
Yusuf pun menambahkan bahwa faktor lain yang membuat rombel berkurang adalah keterbatasan kelas. Ada beberapa sekolah yang menambah jumlah laboratorium sehingga mengurangi jumlah kelas yang ada.
“Karena kurikulum merdeka itu kan banyak projeknya. Jadi nanti imbang antara akademik dan praktek, karena fasilitas dan lainnya ada. Kalau dipaksakan, nanti double sift kan kasihan,” ungkapnya.
BACA JUGA : Kasus Perampokan di Kedungreja Disidangkan, Tak Ada Saksi yang Meringankan
Lebih lanjut Yusuf menjelaskan jika ada penggurangan rombel, mungkin hanya ada satu rombel atau kelas yang berkurang dan tidak banyak.
“Tidak ada kalau jumlahnya jauh. Biasanya turunnya satu kelas, itu saja tidak semua. Tidak ada yang turun sampai dua kelas tidak ada,” ucapnya.
Sementara anggota komisi D DPRD Surabaya, Hari Santoso menungkapkan ribuan calon siswa yang belum memdaftar salah satunya terkait adanya penggurangan rombongan belajar (rombel) di SMP Negeri.
“Yang pertama saya kecewa karena PPDB tahun ini (2023) rata-rata SMP Negeri rata-rata mengurangi rombel. Biasanya 10 kelas sekarang hanya 9 atau 8 kelas saja. Padahal kelulusan SD jumlah sama besar seperti tahun lalu (2022),” ungkapnya.
Hari mengatakan, adanya penggurangan rombel ini akhirnya berdampak pada calon siswa dari keluarga kurang mampu atau MBR.
Ia menilai mereka tak diterima di SMP Negeri karena pengurangan rombel dan tidak mampu mendaftar di sekolah swasta yang berbayar.
“Masyarakat daftar afirmasi yang tidak gamis dan pra gamis langsung ketolak sistem, kalau larinya ke prestasi tetap habis itu zonasi. Ini pertaruhan ketat dan banyak yang tidak dapat bangku sekolah negeri. Yang jadi masalah ketika tidak bisa daftar negeri, swasta biaya tinggi,” tegasnya
[Redho]