BANYUMAS – METROPAGINEWS.COM || Desa Panusupan, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, kembali membangkitkan ruh budayanya yang telah lama tertidur. Dalam semangat nguri-uri budaya dan wujud syukur atas limpahan rezeki bumi, digelar Festival Budaya Sedekah Bumi dan Bazar Produk Halal UMKM selama enam hari penuh, mulai Senin (7/7/2025) hingga Sabtu (12/7/2025).
Kegiatan kolosal ini dikelola oleh 156 personel panitia yang dikomandoi Noviaji, Ketua Panitia yang dikenal visioner. Ribuan warga tumpah ruah memadati lapangan desa, menyambut perayaan yang menjadi tonggak kebangkitan identitas lokal.

Kembalinya Kentong Pusaka: Restu dari Leluhur
Momen magis menyertai pembukaan festival. Alat pemukul kentong pusaka yang telah hilang selama lebih dari dua dekade secara misterius ditemukan kembali sesaat sebelum acara dimulai.
“Ini pertanda restu dari para leluhur,” ungkap Noviaji haru, kepada awak media. “Kami percaya, festival ini bukan sekadar perayaan budaya, tapi juga panggilan jiwa untuk menjaga warisan nenek moyang.”
Dari Gunungan Hingga Wayang Kulit
Rangkaian kegiatan dimulai dari ziarah pepunden dan doa sedekah bumi, disusul senam sehat berbudaya, festival hadroh, hingga jamasan pusaka. Pada puncak acara, arak-arakan gunungan hasil bumi diiringi Penjabat Kepala Desa Panusupan, Tarwoto, dan istri, menjadi simbol kemakmuran yang dibagikan ke seluruh warga.
Setiap malamnya, panggung Pentas Kesenian Tradisional diramaikan kuda lumping, barongsai, ronggeng, pertunjukan grup muda DAKI, hingga pesta rakyat bersama Min Ploes (Koes Plus Banyumas). Malam penutup menyuguhkan pagelaran wayang kulit oleh Ki Dalang Bima Setya Aji dan ditutup dengan Ruwatan Bumi, sebagai doa keselamatan semesta.

Cimplung 1 Ton: Simbol Gotong Royong dan Jati Diri
Dari seluruh kemeriahan, satu menu menyatukan rasa dan makna: Cimplung 1 Ton. Kudapan berbahan dasar ketela, sluwek, bolet, dan kelapa ini dimasak massal secara gotong royong oleh 63 RT se-Desa Panusupan, tanpa sponsor luar.
“Setiap RT menyumbang 10–20 kg bahan secara swadaya. Ini bukan hanya pangan, tapi simbol syukur dan cinta kami pada tanah kelahiran,” ujar Khanto, Kadus II sekaligus koordinator Festival Cimplung.
Khanto menambahkan dengan penuh harap, “Kelak, biar di mana pun orang menyebut cimplung, yang terlintas adalah Panusupan, Cilongok. Harumnya seperti gula kelapa yang dimasak para penderes desa kami.”
Tak hanya menjadi sajian khas, rencana mendaftarkan cimplung sebagai ikon kuliner dan kekayaan intelektual desa pun mulai disuarakan.
UMKM Tumbuh, Omzet Naik 100 Persen
Festival ini juga memberi dampak nyata bagi ekonomi lokal. Lebih dari 40 pelaku UMKM membuka lapak di bawah tenda bazar. Salah satunya, Novianto—pedagang mie ayam dan tahu kupat—mengaku omzetnya naik drastis.
“Biasanya habis 2 kg, di sini bisa sampai 5 kg. Naik lebih dari 100 persen. Ini sangat membantu ekonomi rakyat kecil,” ujarnya penuh semangat.
Dari Panggung Hadroh Hingga Galeri Seni
Tak kalah penting, Festival Hadroh yang digelar Selasa malam disambut meriah. Sebanyak 12 grup hadroh dari Panusupan dan desa sekitarnya berkompetisi di bawah penilaian juri independen. Grup Nurul Hidayah dari Cipete meraih juara 1 dengan skor tertinggi 918.
Sementara di sisi lain lapangan, Alip, pelukis senior asal Panusupan, memamerkan karya-karya lukisannya dalam stand galeri terbuka. Ia menyebut kegiatan ini sebagai wajah Indonesia sejati—guyub, penuh makna, dan kaya nilai.
Dukungan Penuh Pemerintah
Apresiasi pun datang dari banyak pihak. Camat Cilongok, Susanti Tri Pamuji, menyebut festival ini sebagai langkah menuju desa wisata budaya. Anggota DPRD Kabupaten Banyumas Tati Irawati dan Anggota DPRD Provinsi Jateng Endris Santoso (NasDem) juga hadir, menyatakan dukungan penuh terhadap pelestarian budaya sebagai penyangga identitas bangsa di era digital.
Dengan cinta, kerja sama, dan semangat menjaga akar, Panusupan telah menyulut cahaya baru dari pelita budaya. Dari desa kecil ini, lahirlah kisah besar tentang tradisi, ekonomi kerakyatan, dan impian kolektif yang mulai mewujud nyata.
(Laporan: Sambudi )


Komentar Klik di Sini