BANYUWANGI – METROPAGINEWS.COM || Menjelang tutup bulan Suro, sebuah rombongan kecil yang terdiri dari tim peneliti, penggiat seni budaya, serta sejumlah tokoh spiritual melakukan plesiran eksploratif ke Candi Purwo Gumuk Gadung, Sabtu (27/7). Kegiatan ini merupakan bagian dari proses penulisan buku sejarah pasca-Kerajaan Blambangan di wilayah Banyuwangi.
Wartawan MetroPaginews.com turut serta dalam rombongan yang berjumlah 9 orang. Mereka menempuh perjalanan kaki sejauh sekitar 2 kilometer dari permukiman warga, melewati jalur hutan bakau yang masih alami. Medan yang cukup menantang itu berhasil dilalui dalam waktu 25 menit, beruntung karena kondisi tanah padat lantaran lebih dari sepekan tidak diguyur hujan. Di musim penghujan, perjalanan bisa memakan waktu hingga satu jam akibat licinnya tanah lempung.
Pohon Klampis Hitam ( berduri) sebagai teteng’er sejarah, mitos peradaban masa lalu.
“Alhamdulillah, jalan cukup padat, sehingga perjalanan menuju Candi Purwo Gumuk Gadung jadi lebih mudah. Tempat ini masih disakralkan oleh banyak pelaku spiritual, juga dikunjungi warga Hindu Bali dan masyarakat sekitar Tegaldlimo,” ujar Agus, warga Pondokasem yang ikut mengawal perjalanan.
Candi Purwo tidak hanya menyimpan nilai sejarah, namun juga sarat dengan energi spiritual. Hal ini dirasakan langsung oleh peserta plesiran saat berada di sekitar lokasi. Salah satu keunikan yang mencolok adalah keberadaan pohon klampis hitam berduri, tanaman langka yang dipercaya berusia ratusan tahun dan tumbuh subur di tengah hutan bakau.
“Tanaman langka ini menjadi penanda adanya jejak peradaban pasca-sejarah. Sementara sejumlah pohon asem di sekitarnya menandai asal-usul nama permukiman Pondokasem,” jelas Prasetyo, SH., anggota tim peneliti.
Selain nilai sejarah dan spiritual, kawasan ini juga menjadi sumber penghidupan bagi warga. Hutan bakau menyimpan kekayaan hayati seperti kepiting bakau dan beragam jenis ikan yang biasa dipancing saat air pasang. Tidak sedikit masyarakat yang tetap masuk ke hutan tersebut meskipun medan jalan cukup ekstrem demi mencari nafkah.
Tak hanya itu, ekosistem burung pun hidup secara alami di sekitar kawasan, termasuk burung gagak yang masih sering terlihat terbang rendah di antara rimbun bakau menandai kawasan ini masih asri dan belum banyak tersentuh pembangunan.
Kegiatan plesiran ini, menurut para peserta, merupakan bentuk nyata dalam upaya nguri-uri atau melestarikan jejak sejarah Bumi Blambangan, yang kini dikenal sebagai Kabupaten Banyuwangi.
(Tyo)
Editor: Redaksi
Komentar Klik di Sini