Opini – metropaginews.com || Menurut PW Singer dan Allan Friedman (2018), doxing adalah tindakan mengungkapkan dokumen pribadi di depan umum yang merupakan bagian dari aksi protes, lelucon, atau tindakan main hakim sendiri.
Doxing biasanya dilakukan dengan niat mempermalukan orang lain dengan cara mengumpulkan beragam informasi pribadi tentang orang tersebut kemudian menggunakan informasi tersebut sebagai amunisi untuk melancarkan serangan jahatnya.
Doxing merupakan tindakan yang tak hanya didasari oleh unsur kebencian, penghinaan, dan niat mempermalukan orang saja. Perkembangan teknologi digital telah membawa perubahan kepada berbagai lini masa kehidupan masyarakat.
Semua mulai berpindah kepada dunia digital, baik itu kegiatan yang bersifat positif bahkan negatif sekalipun seperti tindak kejahatan, seperti kejadian dalam dunia pers.
Sebagaimana yang dapat kita perhatikan, produk –produk media sudah mulai beralih dari bentuk-bentuk media cetak kepada bentuk-bentuk media online.
Namun, perubahan tersebut diikuti pula oleh perubahan bentuk-bentuk ancaman kepada kebebasan pers para jurnalis.
Seperti yang dikatakan profesor Fakultas Hukum University of Chicago Eric Posner, “Efek besar dari media sosial adalah media sosial memungkinkan orang untuk menyebarkan opini, atau lebih tepatnya reaksi sembrono, ke seluruh dunia secara instan, tanpa jeda untuk mempertimbangkannya.”
Sejumlah kasus penyalagunaan dokumen pribadi dialami beberapa pihak, termasuk menimpa politisi, wartawan, selebritis, kelompok kritis, dan masyarakat biasa. Pencurian data pribadi tak jarang dipakai sebagai sarana perundungan kepada seseorang.
Dokumen seseorang sengaja dimanipulasi dan dikesankan seolah-olah hasil manipulasi itu benar selanjutnya digunakan sebagai senjata menyerang orang tersebut. Tindakan pencurian dan manipulasi data ini semakin dimudahkan oleh melimpahnya data yang tersedia secara online.
Dalam kasus tertentu, doxing bisa dilakukan sebagai bentuk kritik atau protes. Bahkan jika materi yang dinilai sebagai penghinaan itu berupa lelucon, maka bisa jadi ada kritik yang disampaikan lewat gaya eufimisme lewat lelucon tersebut.
Doxing juga biasa dilakukan untuk membungkam seseorang agar tak kritis lagi. Korban yang bisa menjadi sasaran doxing ini tak hanya pejabat publik semata. Para figur publik seperti artis dan jurnalis juga tak lepas jadi target praktik doxing ini.
Kelompok rentan seperti jurnalis, aktivis, dan kelompok minoritas juga bisa jadi sasaran doxing.
Bahkan masyarakat kebanyakan juga bisa menjadi sasaran empuk orang yang melakukan pencurian data pribadi untuk tujuan penghinaan, protes, kritik, dan main hakim sendiri.
Semua orang dengan gampang bisa melakukan doxing. Tanpa punya keterampilan khusus orang bisa berselancar ke akun-akun pribadi orang lain dan melakukan copy paste terhadap semua data yang dikehendaki.
Kondisi ini juga semakin dipermudah oleh sifat data di internet yang terbuka dan berlimpah. Wujud datanya juga beraneka rupa, seperti foto, video, nomor kontak, hingga informasi pribadi dan rahasia juga gampang ditemukan di internet.
Kemudahan mendapatkan data pribadi juga disebabkan oleh ketidakhati-hatian pengguna internet yang suka mengunggah informasi pribadinya. Tak jarang kejahatan penipuan dunia maya berawal dari data-data personal yang diumbar oleh pemiliknya di akun medsosnya.
Orang cukup mengetikkan kata kunci (keyword) tertentu maka beragam data pribadi seseorang akan muncul.
Perlindungan Data Pribadi semenjak munculnya internet, juga medsos, aneka kejahatan selalu menemukan bentuk barunya.
Penipuan dengan beragam modus operandi bermunculan beraksi lewat medsos. Kasus ujaran kebencian, penghinaan, dan penyebaran berita bohong juga terus terjadi dan menggelinding membesar bak bola salju. Sejumlah kasus memang telah terjerat oleh Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan pelakunya dijebloskan ke penjara.
Doxing telah digunakan sejumlah orang sebagai cara perundungan dan taktik balas dendam. Perundungan digital ini sering muncul di forum-forum dan sejumlah komunitas online.
Di Indonesia doxing jelas dilarang dan diatur dalam Undang-Undang. Pasal 26 UU ITE menyebutkan bahwa informasi pribadi seseorang, tidak boleh digunakan (dan disebarluaskan) tanpa seizin pemilik informasi pribadi tersebut.
Perilaku mencuri dan penyebarluasan data pribadi juga merupakan pelanggaran atas hak privasi seseorang. Melanggar jaminan perlindungan hak pribadi dan jaminan kebebasan hak berpendapat warga negara yang dijamin Pasal Pasal 28E ayat (2) dan (3) serta Pasal 28G ayat (1) Undang-undang Dasar 1945.
Penyebaran identitas seseorang oleh media juga tak dibenarkan dalam ketentuan kode etik jurnalistik pasal 2 tentang profesionalitas dalam menjalankan tugas jurnalistik.
Dari beberapa kasus perundungan melalui doxing seakan tak menjadi pelajaran yang berharga. Masih saja terus berulang kasus-kasus hukum yang dipicu karena ketidakhati-hatian dalam berkomunikasi lewat dunia maya.
Penggunaan beragam platform medsos seperti Facebook, Twitter, Instagram, Youtube, dan media pertemanan semacam WhatsApp masih belum dibarengi dengan kemampuan melek media digital yang cukup.
Selain itu, perlindungan terhadap data pribadi juga menjadi sesuatu yang urgent. Penyelesaian RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) menjadi prioritas yang hendaknya bisa disegerakan oleh pemerintah. Dalam draf RUU PDP Pasal 51 Ayat (2) dinyatakan bahwa setiap orang dilarang secara melawan hukum mengungkapkan data pribadi yang bukan miliknya. Regulasi yang mengatur masalah data pribadi ini kelak bisa menjadi proteksi masyarakat dari penyalagunaannya.
Saat teknologi informasi dan komunikasi semakin canggih, tak hanya menjaga mulut dari berucap yang dapat menghina seseorang, namun menjaga jari dari keinginan untuk memposting sesuatu yang tak etis juga harus menjadi perhatian.
Benar kata ungkapan bahwa jarimu adalah harimaumu. Maka hati-hati menjaga jari sama pentingnya seperti halnya menjaga mulut agar tak terjerumus dalam kasus hukum karena pasal perundungan dan penghinaan.
Karena di era Society 5.0 ini semua orang bisa membagikan data pribadi orang lain kepada siapapun untuk menjahtuhkan seseorang. Semua orang bisa dijatuhkan dan menjatuhkan dengan cara taktik “ Doxing ’’.
Penulis : Muhammad Yusuf, S,sos ., M.M
Dosen STIA Bagasasi Bandung