KLATEN-METROPAGINEWS.COM ||
Delanggu, ( 21/11/2024 ) ada beberapa pemandangan yang janggal ketika kita berkeliling Desa Delanggu, Klaten, Jawa Tengah, karena di beberapa pohon pembatas jalan masih saja kita temukan media promo yang terpaku pada pohon, ini mungkin ulah oknum oknum tak bertanggung jawab, yang tidak mengetahui fungsi dan keberadaan pohon di areal tengah pembatas jalan tersebut, mengingat hari ini adalah hari pohon sedunia, maka kita angkat beberapa persoalan didalamnya untuk di kabarkan pada publik luas.
Sebelumnya ada baiknya kita kulik dulu sosok dibalik Hari Pohon Sedunia ini, yakni Julius Sterling Morton yang dikenal sebagai seorang aktivis lingkungan dan menginisiasi perayaan Arbor Day di Amerika Serikat pada abad ke 19, mengutip dari laman Britannica, Julius Sterling Morton lahir pada 22 April 1832 di Adams, New York, Amerika Serikat, sedari muda, Morton memang menunjukkan minat besar terhadap Jurnalistik dan Alam.
Setelah menyelesaikan pendidikan di Universitas Michigan, Julius Sterling Morton pindah ke Wilayah Nebraska bersama istrinya, Caroline Joy French, pada tahun 1854, di sana, Morton mendirikan Nebraska City News, surat kabar pertama di kota tersebut yang menjadi wadah untuk menyuarakan pentingnya upaya pelestarian lingkungan.
Julius Sterling Morton, selain seorang pecinta alam dari Amerika Serikat, yang gigih mengkampanyekan gerakan menanam pohon, juga adalah seorang jurnalis dan editor surat kabar pertama di negara bagian tersebut yakni Nebraska City News, yang merupakan platform sempurna bagi Morton untuk menyebarkan pengetahuannya tentang pohon serta menekankan pentingnya pohon bagi Daerah Nebraska, pesannya tentang kehidupan pohon mendapat sambutan dari para pembaca, banyak di antara mereka menyadari kurangnya hutan di komunitas mereka, setelah perdebatan panjang dengan Dewan Pertanian Negara, akhirnya Morton berhasil meyakinkan semua orang bahwa hari tersebut yang dicanangkan, harus mencerminkan penghargaan terhadap semua pohon dan tanaman, maka lahirlah Hari Pohon Sedunia yang diperingati tiap 21 November.
Perjuangan Morton ( 1832 – 1902 ) dan istrinya, Caroline Joy French, dimulai pada saat 1854 mereka pindah dari Michigan ke Nebraska sebuah wilayah yang baru terbentuk, dan merupakan daerah tanpa pepohonan, Dia berusaha mendorong warga untuk menanam pohon guna melestarikan lingkungan, dan memperindah wilayah pemukiman tempatnya tinggal tersebut, pasangan ini membeli 160 hektar tanah di Kota Nebraska dan menanam berbagai macam pohon serta semak pada 10 April 1872, di Nebraska, Morton yang tidak hanya dikenal sebagai jurnalis, tetapi juga sebagai seorang pemimpin yang aktif di bidang politik, dia pernah menjabat sebagai Sekretaris Wilayah Nebraska sempat juga menjadi Gubernur Wilayah itu, walaupun karier politiknya gemilang, namun Morton lebih dikenal atas dedikasinya pada pelestarian lingkungan, khususnya dalam bidang kehutanan dan pertanian, sebab pada tahun 1872, Morton lah yang mengusulkan ide revolusioner kepada Dewan Pertanian Negara Bagian Nebraska, Dia ingin menetapkan satu hari khusus untuk menanam pohon, usulan ini diterima, maka lahirlah Arbor Day yang pertama pada 10 April 1872, di momen itu lebih dari satu juta pohon berhasil ditanam di seluruh Nebraska.
Hari Pohon Sedunia sendiri dari sumber Wikipedia, perayaan’nya yang pertama justru diselenggarakan di Villanueva de la Sierra, Spanyol pada tahun 1805, banyak pihak melakukan gerakan penanaman pohon, hingga dunia menyebutnya sebagai Arbor Day, Arbor diambil dari bahasa latin yang berarti pohon.
Gagasan ini kemudian menyebar luas ke seluruh dunia, dan lantas menginspirasi banyak negara untuk mengadopsi hal serupa yang kini kita kenal sebagai Hari Pohon Sedunia, tujuannya seperti diketahui bersama, bahwa pohon tidak hanya sebagai pelindung lingkungan namun juga merupakan filter udara pun merupakan salah satu unsur puncak dalam rantai makanan dan ekosistem hayati, kemudian melansir dari portal Website History. Com, tujuan diperingatinya hari pohon sedunia adalah untuk mengingatkan manusia akan pentingnya pohon bagi kehidupan makhluk hidup dan seluruh populasi serta ekosistem didalamnya, keberadaan pohon untuk memerangi pemanasan global, mencegah banjir, tanah longsor, tempat hidup fauna dan membuat iklim mikro yang baik.
Hari Pohon Sedunia yang di peringati tiap 21 November, hampir oleh semua negara di dunia, tak terkecuali Indonesia, beberapa komunitas dan pecinta lingkungan bahkan menggelar kegiatan penanaman pohon bersama, namun ada juga yang acuh dan abai terhadap keberadaan pohon itu sendiri, bahkan tak jarang pohon malah di jadikan sebagai media buat memasang iklan, baik iklan bisnis maupun APK ( Alat Peraga Kampanye ) politik, di Indonesia, meski tidak semua namun kebanyakan keberadaan pohon seringkali di salah fungsikan, bukan’nya sebagai pelindung dan penjaga alam berikut kwalitas udara, namun beberapa pohon di hutan justru di gunduli untuk di buka lahan dalam mendirikan bangunan dan beragam kepentingan lainnya.
Alih alih diperhatikan justru beragam oknum maupun orang orang dengan kepentingan tertentu berlomba buat memasang iklan visual di batang batang pohon di sekitar jalan, serta dimanfaatkan sebagai ajang promosi ilegal, padahal Undang Undang dari KPU sudah jelas, PKPU No.15 Tahun 2013 yang merupakan perubahan dari PKPU No.1 Tahun 2011 dengan gamblang disebutkan bahwa, Alat Peraga Kampanye ( APK ) tidak boleh dipasang di tempat ibadah, RS, tempat pelayanan kesehatan, gedung pemerintah, lembaga pendidikan, sekolah, jalan protokol, fasilitas publik serta taman dan pepohonan.
Dan paling terlihat adalah ketika musim politik seperti saat ini, beberapa oknum justru memanfaatkan keberadaan pohon baik di pinggir jalan maupun di trotoar pembatas jalan guna media memasang MMT visual dari calon pemimpin politik yang diusung, hal ini tentunya sangat disayangkan, di samping menjadi sampah visual pun bisa membuat pohon pohon itu menjadi mati, karena banyaknya paku yang tertancap di batangnya, mungkin kalau pohon bisa bicara, pasti akan berteriak kesakitan.
Semestinya pihak yang terkait bisa menindak oknum oknum pelanggar aturan tersebut, faktanya hingga kini hal tersebut seolah terus berulang terjadi, setiap kali pesta demokrasi berlangsung, kemudian terkait dengan alih fungsi lahan, dalam peraturan perundangan juga ada pasal perihal penebangan hutan ilegal, penebangan hutan secara liar & ilegal melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013, tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, pelaku penebangan hutan secara liar tersebut dapat dikenakan ancaman pidana penjara dan denda.
Namun peraturan perundangan ini juga tidak sedikitpun membuat para oknum jera, dan mirisnya ada juga pejabat daerah setempat maupun mereka yang punya backing tertentu yang sengaja menebang pohon pohon di area hutan kota misalnya, atau daerah cagar alam, apakah kemudian hukum benar adanya tumpul ke atas dan tajam kebawah, kita lihat saja fakta yang terjadi di sekitar, tak terhitung sudah contoh kasus terkait pohon dan beragam persoalannya, tapi bagaimanapun kuasa tetap pada para stakeholder dan pemangku kebijakan setempat, dalam membuat sebuah kebijakan.
Fenomena tersebut, berbanding terbalik dengan masyarakat di Bali misalnya, meskipun banyak juga terjadi pelanggaran disana, namun kesadaran akan menghormati semesta, seolah sudah mendarah daging bagi sebagian besar masyarakatnya, banyak sekali pasti kita temui pohon pohon besar di Bali diberikan kain poleng hitam putih guna penutup di bawahnya, hal tersebut adalah sebuah penghormatan bagi alam sekaligus simbolis bahwa mereka sangat menghargai dan merawat semesta beserta segala isi dan ciptaanNya.
Masyarakat Bali percaya pemakaian kain poleng pada pepohonan adalah bentuk penghormatan manusia pada penciptaNya, penghormatan ini ada, karena pohon yang telah diciptakan Tuhan memberikan banyak manfaat seperti oksigen, maupun sumber makanan untuk makhluk hidup lainnya, mereka percaya bahwa pohon memiliki energi yang dapat dirasakan manusia, jadi kain poleng dimaknai sebagai keselarasan dengan ajaran Tri Murti yakni putih yang melambangkan Dewa Siwa sebagai pelebur dan hitam melambangkan Dewa Wisnu sebagai pemelihara, keduanya dapat diartikan bahwa manusia harus menjaga keseimbangan agar hidup damai dan harmonis terutama menjaga keseimbangan dengan alamnya.
Agung Widara salah seorang pecinta alam dari Girigahana Indonesia mengatakan pada wartawan ( 21/11/2024 ) bahwa dirinya sebagai seorang pecinta alam tentunya sangat menyayangkan tindakan dari oknum oknum tak bertanggung jawab tersebut, satu sisi mungkin karena faktor pendanaan yang minim, kemudian menggunakan media promosi yang minimalis, namun dalam hal ini juga tidak berarti kemudian menghalalkan segala cara, bahkan pohon yang tidak punya salah apa apa kemudian jadi sasaran vandalism visual kayak gitu, mentang mentang pohon tak bisa bicara kemudian di kriminalisasi dan ditindas sedemikian rupa hanya untuk kepentingan sesaat, bayangkan coba bila pohon pohon tersebut kemudian mati karena paku paku yang berkarat di kiri kanan badannya, kita saja ketika menginjak pecahan kaca bisa tetanus, apalagi pohon yang di tusuk pakai paku berkarat, terus menerus, semestinya ini menjadi tanggung jawab semua pihak, untuk saling menjaga dan mengawasi agar hal hal seperti itu tidak terus berulang.
Paling dekat ya Pemerintahan Desa, dalam hal ini struktur pemerintahan paling bawah kan dia punya kewenangan untuk membuat kebijakan, dan memberikan sanksi yang tegas bilamana di daerahnya terjadi hal semacam itu, namun ya kembali lagi pada person to personnya juga apakah kemudian dia berani meluruskan apa yang salah atau tidak, kemudian disamping itu juga semestinya ini bisa menjadi fokus komunitas para pecinta alam dimanapun, jangan hanya sibuk mencintai alam namun lupa buat merawat dan menjaganya, tugas kalian juga awak media nih buat memberikan edukasi terkait hal ini, sebab pelopor Hari Pohon ini juga adalah seorang jurnalis loh, makanya media harus ikut mengambil peran bersama juga semua pihak untuk bisa membangkitkan kesadaran pada warga pungkasnya.
Di lain sisi, Tri Prasongko Putro Ketua Rt 02 Rw 09 Gabahan Delanggu, mengatakan kalau di daerahnya ada oknum maupun dari partai apapun yang sengaja memasang APK di pohon pohon sekitar area desanya, maka tak segan segan akan saya tegur dan laporkan, sebab ini bukan hanya persoalan lingkungan hidup, namun juga telah membuat gaduh di masyarakat, jadi kalau sudah sampai ranah menggangu kenyamanan warga, maka meskipun saya hanya sebagai Ketua Rt tidak akan segan segan untuk menindak, apalagi bilamana oknum tersebut adalah warga saya sendiri, bakalan tak ajak ngopi seharian mas sembari saya kasih ceramah tuturnya pada wartawan, ( 20/11/2024 ) di sela sela kesibukannya memberikan pengarahan pada warga terkait ketahanan pangan lokal.
Kita dari masyarakat arus bawah atau rakyat kecil hanya bisa berusaha, untuk kemudian apakah bisa mendapat feedback dan follow up dari pemerintah setempat, ya kita kembalikan pada semua yang berwenang mengambil keputusan, setidaknya upaya upaya buat penanaman dan reboisasi hutan hutan gundul, serta daerah gersang, selayaknya terus kita galakkan, mengantisipasi hal hal yang tidak kita inginkan, bencana, pun juga beragam faktor dan dampak lingkungan lainnya, bagi masyarakat yang mengetahui bilamana ada oknum oknum yang melanggar ketentuan hukum, semestinya ikut mengabarkan pada Dinas Dinas terkait baik Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan, Dinas Tata Ruang Kota, Pertanian, Bawaslu, Satpol PP, serta lainnya, guna menindak lanjuti laporan tersebut.