BerandaBudayaPembukaan Bulan Sapar: Tradisi Penyebaran Apem Ya Qowwiyu Jatinom Kembali Jadi Pusat...

Pembukaan Bulan Sapar: Tradisi Penyebaran Apem Ya Qowwiyu Jatinom Kembali Jadi Pusat Perhatian

KLATEN — METROPAGINEWS.COM || Tradisi budaya tahunan Penyebaran Apem Ya Qowwiyu kembali digelar di Kecamatan Jatinom, Kabupaten Klaten, sebagai penanda berakhirnya bulan Suro dan dimulainya bulan Sapar dalam kalender Jawa. Acara puncak akan berlangsung pada Jumat, 8 Agustus 2025, dan diperkirakan menarik ribuan pengunjung dari berbagai daerah.

 

Kegiatan ini diawali dengan acara pembukaan pada Rabu, 31 Juli 2025, yang diselenggarakan di Kantor Kecamatan Jatinom bersama Pengelola, Pelestari, Peninggalan Ki Ageng Gribik (P3KG). Tradisi ini tercatat telah berlangsung selama 406 kali, menjadikannya salah satu warisan budaya paling konsisten dan bersejarah di wilayah Klaten.

 

PSX 20250803 163728

Camat Jatinom, Agus Sunyata, menjelaskan bahwa sebelum puncak acara, rangkaian kegiatan telah digelar, termasuk mapak Sapar yang melibatkan komunitas sepeda motor se-Kecamatan Jatinom. Kegiatan ini turut melibatkan unsur Forkopimcam, kepala desa, serta tokoh masyarakat sebagai wujud sinergi untuk menyukseskan acara budaya tersebut.

“Kami ingin menjaga tradisi agar tidak menyimpang dari pakemnya, namun tetap berkembang secara progresif,” ujar Agus saat diwawancarai usai acara pembukaan.

Salah satu kegiatan spiritual yang menyertai rangkaian tradisi adalah ngaji sejarah, yang bertujuan untuk memperkuat pemahaman masyarakat terhadap akar budaya dan sejarah Jatinom. Selain itu, digelar pula ritual puasa bicara dari waktu Asar hingga Magrib, yang dilaksanakan di Masjid Suran, kawasan Lampean lokasi utama acara sebaran apem.

 

PSX 20250803 163656

“Tradisi ini bukan sekadar acara budaya, namun juga mengandung unsur keagamaan dan spiritual, seperti ritual buka payung sebagai simbol masuknya bulan Sapar,” tambah Agus.

Menjelang 8 Agustus, setiap desa di Jatinom diwajibkan berpartisipasi dalam rangkaian kegiatan kebudayaan seperti karnaval budaya, parade drumband, seni jathilan, dan oro-oro. Partisipasi ini menjadi upaya pelestarian sekaligus media ekspresi budaya lokal.

Agus berharap tradisi ini terus menjadi perekat antara kearifan lokal, budaya, dan daya tarik wisata. “Sejarah adalah perjalanan yang harus dikenang dan diwariskan. Jangan sampai hilang oleh derasnya arus zaman,” pungkasnya.

(Desi)

Komentar Klik di Sini