DENPASAR – METROPAGI NEWS.COM II Proses pernikahan adat yang masih hidup dan menjadi budaya sakral bagi warga masyarakat Bali khususnya umat Hindu di Ds Sibang kecamatan Sibang Gede Denpasar, Minggu (10/11/2024). Adat
Pulau Bali adalah icon Indonesia yang terkenal di dunia dengan seni dan kebudayaannya.
Selin pada itu warga lokal yang sopan santun dan ramah. Masih kentalnya dengan kepercayaan yang di jalaninya menjadi daya tarik turis asing yang sengaja berkunjung hanya untuk menikmati keindahan alam serta macam macam seni tradisi dan kebudayaan adat Bali.
Kebetulan sengaja kami temui pagi itu proses suasana upacara pernikahan adat sedari pagi sampai selesai yang berlangsung di Desa Sibang Kecamatan Sibang Gede Denpasar.
Sebelum acara di laksanakan kami sempat berbincang dengan kedua mempelai mengenai alasan tetap melakukan pernikahan adat dari pada pernikahan modern di jaman sekarang ini.
Serta pertanyaan mengenai
Pemilihan pakaian yang di kenakan pengantin dan riasan nya.
Adapun secara modern atau gaya busana asli dapat di lihat dari Gelungan di kepala dan model pakaian yang di kenakan.
Sebelum menjawab pertanyaan pertama,kami di terangkan tradisi dari rias dan busana yang kami tanyai langsung keperias untuk kami wawancara.
“Ada yang meminta Gelung moderen yang hanya di sangul biasa ada juga yang asli dengan sebutan paes agung.
Berat dari hiasan kepala yang menyerupai mahkota dari bunga bunga, adalah bentuk dari paes agung yang lebih berat jika di pasang kan untuk hiasan kepala.
Berbeda untuk gaya modern, beratnya asesoris kepala yang di pakai
sekitar 30% dari paes agung atau hiasan gelung aslinya.
Untuk paes agung itu pun ada tiga macam ketinggian nya ada ukurannya pendek,sedang dan tinggi, ” ujar pihak perias kepada media.
IB Willy Wiguna pengantin pria mengatakan bahwa “saya lebih meyakini dengan proses pernikahan adat yang dipimpin langsung oleh seorang Ratu .atau Pendande yang mendiami Griye tempat rutinitas sehari-hari nya, dengan aturan leluhur yang sudah ada serta mantra doa doanya.
Kedua kakak saya pun Dendy dan Billy melaksanakan pernikahan adat pada saat itu jadi sudah menjadi tradisi di keluarga kami” ucapnya
Kami juga mengkonfirmasi orang tua dari mempelai pria ibunda dari Willy Dayu Ketut Widarti, mengatakan adat kami memang seperti ini dan tidak mungkin saya meninggalkan karena sudah menjadi turun temurun leluhur kami dan saya percaya itu karena memang dari kasta kami sendiri Brahmana nilai nilai luhur masih sangat kami hormati dan masih kental di jalani”
Sebelum melakukan proses inti kedalam “merajan” yang di pimpin oleh Ratu atau pedande, urutan pertama upacara di lakukan luar merajan, proses awal mengenalkan injak bumi dan berputar dengan sajen atau dengan kata lain banten yang di letakkan di atas tanah Ini adalah sebagai simbol penyatuan kepada alam yang di sebut dengan “Membiya kale” atau sah di alam.
Proses ini melambangkan aturan aturan bahwa simbol mencangkul tanah yang di lakukan pengantin pria dan menanam tanaman yang di lakukan pengantin wanita simbol bahwa jika sudah berumah tangga suami bertanggung jawab mencari nafkah dan sebagai seorang istri dalam membangun rumah tangga di harapkan bisa bekerja sama.
Mencipi beberapa macam rasa seperti pahit,manis,asin,asam melambangkan bahwa kelak kehidupan kita pasti seperti itu rasanya.
Menggelindingkan tampah jika jatuhnya tertelungkup akan mendapatkan keturunan laki-laki jika terlentang keturunan pertama perempuan begitulah kepercayaan yang benar terjadi dan memang masih di percayai sampai saat ini. Mitos itu masih di jalankan dan benar adanya menurut narasumber ketua upacara dan sebagian warga yang turut menyaksikan.
Setelah itu proses di lanjut kan ke dalam “merajan” guna untuk keabsahan dan di perkenalkan pada leluhur.
Proses ini di pimpin langsung oleh seorang Ratu atau pedande yang memimpin doa upacara.
Meskipun pernikahan secara adat tetapi sah di negara karena ada lembaga yang khusus menangani dan mengeluarkan buku atau surat nikah yaitu PHDI.
Banten atau dengan kata lain sesaji menjadi persyaratan utama dalam melakukan upacara apapun bagi warga Bali.
Kami bertanya langsung berapa biaya dalam proses upacara tersebut kepada pihak pengantin pria yang notabennya kakak.
IB Dendy Wiguna mengatakan “tergantung dari permintaan dan kemampuan tidak perlu memaksakan mungkin bisa kurang lebihnya 50jt untuk yang menengah ujarnya.
Dan kebetulan Dendy adalah wali mempelai pria karena orang tua laki atau Ayah sudah tiada.
Alm IB Ketut Gunasarna ayah dari pengantin pria yang kebetulan seorang pengusaha armada Bus malam, Denpasaran “Restu Mulya” divisi Jawa Timur dengan berkantor di Malang yang sekarang di kelola oleh ke tiga anaknya Dendy, Billy dan Willly.
Willy sendiri yang bekerja di salah satu perusahaan Telkomsel mengatakan Harapan kedepan nya mengenai pernikahan nya tersebut adalah “Saya ingin agar kami selalu bersama sampai kakek nenek hidup bersama dalam berumah tangga”ujarnya secara singkat.
(Desi)