BerandaBudayaBelajar dari Jepang dan Australia, Rektor Undana Ingin Bangun Budaya Bersih di...

Belajar dari Jepang dan Australia, Rektor Undana Ingin Bangun Budaya Bersih di NTT

KUPANGMETROPAGINEWS.COM || Universitas Nusa Cendana (Undana) kembali menunjukkan komitmennya dalam mendukung pembangunan berkelanjutan di Nusa Tenggara Timur (NTT). Rektor Undana, Prof. Dr. drh. Maxs U. E. Sanam, M.Sc., menawarkan solusi konkret kepada Pemerintah Kota Kupang dan Kabupaten Kupang dalam menangani permasalahan sampah. Rektor undana

Menurut Prof. Maxs, pengelolaan sampah idealnya dimulai dari lingkungan terkecil, yakni rumah tangga. Ia menekankan pentingnya edukasi masyarakat untuk memilah sampah sejak dari sumbernya, yaitu memisahkan antara sampah organik dan non-organik.

“Kita bisa mulai dari rumah tangga. Sampah organik bisa dikelola menjadi pupuk kompos, sementara sampah non-organik seperti plastik dan kardus sebaiknya disalurkan ke Bank Sampah agar bisa didaur ulang,” ujar Prof. Maxs, kepada media ini di Jakarta, Senin 14 April 2025.

Prof. Maxs mendorong agar Pemerintah Kota dan Kabupaten Kupang menginisiasi pendirian Bank Sampah di setiap kelurahan dan desa. Di tempat itu, warga dapat menyetor sampah plastik dan kardus untuk ditimbang dan kemudian mendapatkan insentif berupa uang. Sampah tersebut kemudian bisa dikirim ke daerah-daerah seperti Surabaya atau Semarang untuk didaur ulang.

“Ya, daripada dibakar dan mencemari lingkungan, lebih baik sampah itu dikumpulkan dan bisa menjadi tambahan penghasilan bagi masyarakat,” katanya.

Lebih lanjut, Prof. Maxs juga menyoroti pentingnya solusi jangka panjang. Ia menyarankan agar pemerintah menggandeng pihak ketiga untuk membangun unit pengolahan sampah menjadi energi atau bahan bakar.

“Sampah jangan hanya ditumpuk dan mencemari lingkungan. Pemerintah perlu memfasilitasi unit pengolahan dan menyediakan sarana pendukung, bukan hanya melarang,” tegasnya.

Prof. Maxs mengungkapkan bahwa Undana sudah mulai menerapkan sistem pengelolaan sampah secara terstruktur. Para tenaga kebersihan di kampus kini mengumpulkan dan memilah sampah, yang kemudian disetor ke Dharma Wanita Persatuan (DWP) Undana untuk ditimbang dan dijual.

“Sekarang lingkungan kampus jauh lebih bersih. Mahasiswa pun mulai terbiasa membawa kembali botol plastik bekas minum mereka ke tempat sampah yang tersedia. Budaya ini sedang kita bangun,” ujarnya.

Selain itu, Undana juga membuka diri sebagai ruang publik yang mendidik. Anak-anak di sekitar kampus diperbolehkan bermain sepak bola di lapangan Undana dengan syarat membawa satu kantong sampah plastik sebagai ‘tiket masuk’. Inisiatif ini bertujuan untuk menanamkan kesadaran lingkungan sejak dini.

“Anak-anak itu kita ajarkan bahwa menjaga lingkungan adalah bagian dari tanggung jawab mereka,” tambahnya.

Prof. Maxs juga membandingkan sistem pengelolaan sampah di luar negeri, seperti di Australia dan Jepang. Di Australia, setiap rumah tangga memiliki tiga jenis tempat sampah (organik, plastik, dan berbahaya), dan sampah diambil oleh mobil pemerintah setiap hari. Sementara di Jepang, budaya bersih ditanamkan sejak kecil, bahkan murid-murid TK dan SD terbiasa membersihkan kelas maupun toilet mereka sendiri.

“Jadi, itu bukan eksploitasi anak, tapi pendidikan tanggung jawab. Budaya seperti ini yang harus kita contoh agar masyarakat kita lebih tertib,” jelasnya.

Prof. Maxs berharap Pemerintah Kota dan Kabupaten Kupang dapat meniru langkah-langkah yang telah diterapkan Undana. Ia menekankan bahwa kebersihan lingkungan adalah tanggung jawab bersama dan harus dimulai dari edukasi, bukan sekadar larangan.

“Kalau kita mulai dari anak-anak, edukasi lingkungan akan tumbuh menjadi budaya. Pemerintah harus menyediakan sarana, dan masyarakat harus diberi pemahaman,” pungkasnya.***

Reporter: Alberto L

Komentar Klik di Sini