Sabtu, Februari 15, 2025

KURIKULUM MERDEKA BELAJAR OASIS BAGI PENINGKATAN PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS DI TINGKAT SD

Must Read

Oleh: Nur Ifadloh, Mahasiswa S3 Ilmu Pendidikan Bahasa (Inggris) Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang dan Dosen STAI Rakha Amuntai (Kalimantan Selatan)

 

Dihapusnya mata pelajaran Bahasa Inggris di tingkat Sekolah Dasar (SD) pada tahun ajaran 2013/2014 cukup mengejutkan banyak pihak, terutama para guru Bahasa Inggris yang mengajar di SD. Hal ini berdasarkan Permendikbud No. 67 tahun 2013 tentang kurikulum sekolah dasar halaman 9-10 yang sama sekali tidak menyinggung keberadaan mata pelajaran Bahasa Inggris di tingkat SD. Meskipun beberapa SD masih memberikan mata pelajaran Bahasa Inggris sebagai muatan lokal, namun banyak SD terutama yang berstatus sebagai Sekolah Dasar Negeri (SDN) menghapus Bahasa Inggris sebagai mata pelajaran mereka. Hal ini dikarenakan SDN harus menyesuaikan dengan Kurikulum 2013 dimana memang tidak ada mata pelajaran Bahasa Inggris di tingkat sekolah dasar. Dampaknya, beberapa guru pengajar Bahasa Inggris di SD harus pindah mengajar di sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA) atau melanjutkan studi untuk mengambil jurusan yang sesuai untuk mengajar di SD.

Namun, apa iya anak SD belum boleh belajar Bahasa Inggris? Tapi, kenapa di Kurikulum Merdeka kini justru Bahasa Inggris direkomendasikan sebagai mata pelajaran pilihan di tingkat sekolah dasar (SD), sebenarnya apa kurikulum merdeka itu?

*Kurikulum Merdeka*

Kurikulum merdeka ialah kurikulum baru yang dipersiapkan oleh Kemendikbud Ristek untuk mengganti Kurikulum 2013. Kurikulum merdeka merupakan kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam dengan mengedepankan kedalaman pemahaman konsep pembelajaran dan penguatan kompetensi peserta didik. Oleh karena itu, didalam pembelajaran intrakurikulernya, guru diberikan keleluasaan untuk memilih perangkat ajar sehingga pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat peserta didik.

Kaitannya dengan pembelajaran Bahasa Inggris, kurikulum merdeka sangat merekomendasikan Bahasa Inggris menjadi mata pelajaran pilihan yang ada di tingkat Sekolah Dasar. Hal ini tentu sangat berbeda dengan Kurikulum 2013 yang seolah-olah menghapus mata pelajaran Bahasa Inggris di tingkat Sekolah Dasar terutama yang berstatus negeri. Banyak SD yang tidak menjadikan Bahasa Inggris sebagai mata pelajaran.

Berdasarkan data yang diambil dari Kajian Akademik Kurikulum untuk Pemulihan Pembelajaran, Edisi 1 Februari 2021, yang diterbitkan oleh Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, banyak sekali SD di seluruh Indonesia yang belum menjadikan Bahasa Inggris sebagai mata pelajaran. Sebagai contoh, di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, dari 678 SD hanya 223 SD (33%) yang menjadikan Bahasa Inggris sebagai mata pelajaran. Di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, dari 166 SD hanya ada 49 SD (30%) yang menjadikan Bahasa Inggris sebagai mata pelajaran. Padahal, 2 kabupaten diatas sudah termasuk 11 Kabupaten/Kota dengan SD/MI yang mengajarkan mata pelajaran Bahasa Inggris 30% atau lebih. Intinya dapat disimpulkan bahwa banyak SD/MI di Kabupaten/Kota di Indonesia yang masih belum menjadikan Bahasa Inggris sebagai mata pelajaran.

*Waktu yang Tepat dalam Belajar Bahasa Inggris*

Para ilmuwan memiliki pendapat yang berbeda-beda terkait kapan waktu yang tepat untuk mempelajari Bahasa kedua atau Bahasa asing. Ekstrand (1976) mengatakan bahwa hasil pembelajaran bahasa kedua di sekolah selama 2 tahun bagi anak usia 6 hingga 14 tahun menunjukkan bahwa anak yang lebih tua lebih bagus daripada anak yang lebih muda dalam segala hal. Kemudian, Pfenninger dan Singleton (2016) juga menegaskan bahwa pelajar yang lebih tua memperoleh hasil yang lebih baik dalam mempelajari bahasa asing daripada pelajar yang lebih muda baik dalam jangka pendek maupun jangka Panjang. Namun, berbeda dengan dua pendapat sebelumnya, Smith (2018) mengatakan bahwa penelitian menunjukkan bahwasanya memulai pembelajaran bahasa asing di usia 10 tahun menjadi usia yang terbaik jika kita ingin mencapai kefasihan tata bahasa seperti penutur asli. Artinya ialah ketika kita ingin mempelajari bahasa asing sefasih penutur asli, dalam hal ini Bahasa Inggris, waktu terbaiknya ialah ketika kita masih belajar di bangku SD (usia 10 tahun).

Education First atau yang lebih dikenal dengan nama programnya English First (EF) merilis laporan kecakapan Bahasa Inggris 112 negara di dunia untuk tahun 2021. Indonesia berada di posisi 80 dunia, 14 Asia, dan 5 Asia Tenggara. Indonesia masih dibawah negara-negara tetangga seperti Singapura yang menempati peringkat 4 dunia, 1 Asia dan 1 Asia tenggara. Berikutnya ada Filipina yang menempati peringkat 18 dunia, 2 Asia, dan 2 Asia Tenggara. Kemudian, Malaysia menempati peringkat 28 dunia, 3 Asia, dan 3 Asia Tenggara. Mungkin banyak orang yang berpikiran bahwa hal ini wajar karena 3 negara tersebut menjadikan Bahasa Inggris sebagai Bahasa kedua mereka sehingga mereka sudah terbiasa berbicara menggunakan Bahasa Inggris di kehidupan sehari-hari. Namun, di Asia, Indonesia juga masih dibawah negara-negara lain, seperti Korea Selatan, China, bahkan Vietnam yang mana Bahasa Inggris juga menjadi bahasa asing di negara tersebut.

Korea Selatan, China dan Vietnam merupakan negara-negara yang mengajarkan Bahasa Inggris sebagai mata pelajaran sejak SD. Korea Selatan dan China mulai mengajarkan Bahasa Inggris sejak kelas 3 SD (usia 9 tahun), sedangkan Vietnam justru mulai mengajarkan Bahasa Inggris sejak SD kelas 1 (usia 6 tahun). Hal ini juga dilakukan oleh Malaysia, Singapura dan Filipina yang mengajarkan Bahasa Inggris sejak SD (primary school). Hal ini membuktikan bahwa menjadikan Bahasa Inggris sebagai materi pelajaran di tingkat SD bisa membantu peserta didik untuk lebih cakap dalam berbahasa Inggris di tingkat Pendidikan lebih tinggi.

Di Indonesia, sejak Bahasa Inggris tidak diajarkan di banyak sekolah dasar, nilai Ujian Nasional (UN) mata pelajaran Bahasa Inggris di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) terus mengalami penurunan di 4 tahun terakhir penyelenggaraan UN, 2016, 2017, 2018 dan 2019 sebelum akhirnya UN ditiadakan akibat Covid 19. Tercatat di tahun 2016 rerata nilai UN mata pelajaran Bahasa Inggris ialah 57,17, kemudian menurun menjadi 50,19 di tahun 2017, menurun lagi menjadi 49.59 di tahun 2018 dan Kembali menurun menjadi 49,19 di tahun 2019. (hasilun.pusmenjar.kemdikbud.go.id)

Hal ini selaras dengan temuan tim Kajian Akademik Kurikulum untuk Pemulihan Pembelajaran, Edisi 1 Februari 2021, yang menemukan bahwa keselarasan kurikulum Bahasa Inggris dalam kurikulum nasional bermasalah dimana kompetensi yang harus dicapai siswa jenjang SMP berada di tahap menengah (intermediate level) sementara mereka tidak ada pembelajaran di tahap dasar (basic level). Oleh sebab itu, penting kiranya memberikan materi pembelajaran Bahasa Inggris tahap dasar (basic level) di tingkat SD. Ini seharusnya menjadi perhatian para Kepala Sekolah di tingkat SD, terutama Sekolah Dasar Negeri, untuk menjadikan Bahasa Inggris sebagai materi pilihan apabila sekolah-sekolah mereka ingin bersaing dengan sekolah-sekolah swasta yang sudah menjadikan Bahasa Inggris sebagai mata pelajaran di sekolah mereka.

*Kesuksesan Pembelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar*

Ketika berbicara terkait kesuksesan dalam sebuah pembelajaran, ada banyak faktor yang mempengaruhinya. Ada faktor internal yang berasal dari diri siswa dan faktor eksternal yang berasal dari luar diri siswa. Faktor internal ini meliputi kecerdasan, motivasi, minat dan kondisi siswa ketika belajar. Kemudian, faktor eksternal yang meliputi guru, fasilitas sekolah, kebijakan pemerintah dan lingkungan. Pembelajaran akan berhasil apabila seluruh faktor ini dalam kondisi yang baik dan saling bersinergi untuk mencapai tujuan yang sama. Namun, ada faktor yang tidak bisa kita kendalikan, yaitu faktor internal dari siswa karena ini tergantung dari diri siswa tersebut. Akan tetapi, kesuksesan pembelajaran tetap bisa tercapai dengan cara memaksimalkan faktor-faktor eksternal untuk menambah nilai guna dari faktor internal tersebut. Sebagai contoh, motivasi siswa untuk belajar Bahasa Inggris akan meningkat apabila guru di kelasnya berhasil membawakan pembelajaran Bahasa Inggris yang menarik dan sesuai dengan gaya belajarnya. Hal ini bisa merangsang minat dari siswa tersebut, yang awalnya malas mengikuti kelas Bahasa Inggris menjadi senang untuk mengikuti kelas tersebut.

Pemerintah, dalam hal ini diwakili oleh Kemendikbud Ristek, punya peran sentral untuk menyukseskan pembelajaran Bahasa Inggris di Indonesia, terutama di tingkat SD. Lewat perubahan kurikulum, pemerintah bisa memperbaiki dan mempersiapkan apa saja yang perlu dipersiapkan untuk menyukseskan pembelajaran Bahasa Inggris di tingkat SD. Sebagai contoh, pemerintah dapat mengadakan program perbaikan kualitas guru SD yang mengajarkan mata pelajaran Bahasa Inggris dengan menyediakan program lanjut studi, seminar dan workshop terkait metode dan strategi pembelajaran yang cocok digunakan untuk mengajar Bahasa Inggris di tingkat SD. Kemudian, pemerintah juga perlu memfasilitasi sekolah-sekolah yang ada di pinggiran agar mereka tetap mendapatkan kualitas pengajaran yang sama seperti sekolah-sekolah di kota demi tercapainya pemerataan pembelajaran Bahasa Inggris yang berkualitas. Oleh sebab itu, Bahasa Inggris tidak bisa langsung dijadikan sebagai materi wajib di tingkat sekolah dasar, melainkan sebagai materi pilihan.

Pada dasarnya kita semua percaya bahwasanya perubahan kurikulum ini untuk memperbaiki kualitas Pendidikan yang ada di Indonesia. Namun, apabila setiap ganti Menteri, ganti kurikulum, tentu ini sangat merepotkan bagi kita semua yang berkecimpung di dunia Pendidikan, terutama para guru dan siswa. Para guru dan siswa baru mulai memahami konsep pembelajaran menggunakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), 2 tahun berikutnya tiba-tiba harus berganti ke Kurikulum Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Setelah guru dan siswa mulai nyaman dengan KTSP, tiba-tiba harus memahami Kurikulum 2013 dengan pembelajaran tematiknya. Kini, setelah guru dan siswa mulai paham terkait pengaplikasian Kurikulum 2013, pemerintah menginstruksikan untuk memakai kurikulum baru yaitu Kurikulum Merdeka Belajar. Pemerintah, dalam hal ini Kemdikbud Ristek, harus menghitung betul mengenai sosialisasi dan penyampaian segala informasi terkait cara kerja Kurikulum Merdeka Belajar ini guna mendapatkan hasil yang maksimal. Jangan sampai konsep yang sudah bagus ini, tidak bisa dijalankan secara maksimal karena kurangnya pemahaman orang-orang dibawah, yaitu guru dan siswa, tentang pengimplementasian Kurikulum Merdeka Belajar ini. (*)

 

Referensi:
Ekstrand, L. (1976). Age and length of residence as variables related to the adjustment of migrant children, with special reference to second language learning. In G. Nickel (Ed.), Proceedings of the Fourth International Congress of Applied Linguistics (Vol. 3, pp. 179-197). Stuttgart: Hochschulverlag.
Pfenninger, S. E., & Singleton, D. (2016). Affect trumps age: A person-in-context relational view of age and motivation in SLA. Second Language Research, 32(3), 311-345.
Smith, D.G. (2018, May 4). At What Age Does Our Ability to Learn a New Language Like a Native Speaker Disappear?. Scientific American. https://www.scientificamerican.com/article/at-what-age-does-our-ability-to-learn-a-new-language-like-a-native-speaker-disappear.

Facebook Comments

Latest News

Dekat Bandara Soekarno-Hatta, Provinsi Banten Bisa Menjadi Embarkasi

BANTEN - METROPAGINEWS.COM ll Penjabat (Pj) Gubernur Banten A Damenta mengatakan Asrama Haji Grand El Hajj Provinsi Banten dekat...

More Articles Like This


Notice: ob_end_flush(): failed to send buffer of zlib output compression (0) in /home/metropaginews/public_html/wp-includes/functions.php on line 5464