BerandaDaerahDPP PPABS Surati Presiden Prabowo: Tidak Ada Tanah Ulayat Marga Siallagan di...

DPP PPABS Surati Presiden Prabowo: Tidak Ada Tanah Ulayat Marga Siallagan di Simalungun

SIMALUNGUN – METROPAGINEWS.COM || Polemik kepemilikan tanah adat di wilayah Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, kembali mengemuka. Dewan Pimpinan Pusat Partumpuan Pemangku Adat Budaya Simalungun (DPP PPABS) secara resmi mengirimkan surat kepada Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, guna menegaskan status hukum dan adat atas wilayah-wilayah yang diklaim sebagai tanah ulayat.

 

Dalam surat bernomor 21/PPABS/SU/VII/2025, DPP PPABS secara tegas menyatakan bahwa klaim tanah adat oleh kelompok atau marga non-Simalungun, khususnya marga Siallagan di Desa Dolok Parmonangan, Kecamatan Dolok Panribuan, dan marga Ambarita di Huta Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, tidak memiliki dasar historis maupun adat.

 

Penegasan dari Pemangku Adat Simalungun

Ketua Umum DPP PPABS, Jan Toguh Damanik, didampingi Ketua Bidang Hukum Hermanto Hamonangan Sipayung SH, CIM, dan Ketua Bidang Situs dan Cagar Budaya Sarmuliadin ST, menyampaikan bahwa wilayah Parmonangan dan Sihaporas merupakan tanah warisan Kerajaan Adat Simalungun yang telah ada sejak ratusan tahun lalu.

“Kami menegaskan bahwa tidak ada tanah adat keturunan marga Siallagan di Parmonangan dan tidak ada tanah adat keturunan Ambarita di Sihaporas. Mereka bukan bagian dari silsilah Harajaon Simalungun,” tegas Jan Toguh dalam keterangannya, Kamis (10/7/2025).

 

DPP PPABS menjelaskan bahwa:

Wilayah Parmonangan adalah bagian dari Kerajaan Tanoh Jawa yang merupakan wilayah adat marga Sinaga.

Wilayah Sihaporas adalah bagian dari Partuanon Sipolha Kerajaan Siantar, milik marga Damanik.

Penegasan ini didukung oleh bukti sejarah seperti Acte Van Concessie tahun 1912 serta dokumen adat lainnya yang menunjukkan garis legitimasi waris terhadap wilayah-wilayah tersebut.

 

Hasil FGD dan Potensi Konflik Sosial

PPABS juga merujuk pada Focus Group Discussion (FGD) yang digelar bersama Pemerintah Kabupaten Simalungun dan para ahli hukum adat dari Universitas Sumatera Utara pada 10 Desember 2022 di Hotel Sapadia, Pematangsiantar. Dalam forum itu ditegaskan bahwa hak ulayat hanya bisa diklaim oleh keturunan langsung dari Harajaon Simalungun dan marga-marga yang secara adat diakui dalam struktur kerajaan.

DPP PPABS mengingatkan bahwa klaim sepihak dari luar komunitas adat Simalungun dapat menimbulkan potensi konflik horizontal dan menimbulkan ketidakstabilan sosial.

 

Sikap Terhadap BRWA dan Regulasi Negara

Menanggapi pengakuan tanakh adat oleh Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), DPP PPABS menyatakan bahwa lembaga tersebut bukan institusi resmi pemerintah dan tidak memiliki kewenangan legal dalam penetapan wilayah hukum adat.

Dalam surat kepada Presiden, PPABS meminta agar setiap keputusan terkait pengakuan tanah adat di Simalungun berlandaskan pada sejarah adat yang sah dan mengacu pada peraturan perundang-undangan, termasuk:

UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dan

PP No. 33 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan.

“Kami meminta Presiden agar menyelesaikan persoalan ini sesuai hukum, dan tidak merujuk pada klaim sepihak tanpa dasar historis maupun legal,” ujar Jan Toguh yang saat ini berada di Jakarta untuk menyerahkan langsung surat tersebut ke lembaga-lembaga terkait.

 

 

Seruan Terakhir: Lindungi Warisan Leluhur

DPP PPABS menutup pernyataan mereka dengan penegasan bahwa kebijakan pemerintah terkait pengakuan tanah adat di Simalungun harus memperhatikan legitimasi sejarah dan garis keturunan kerajaan-kerajaan adat.

“Klaim tanah adat oleh kelompok yang tidak berasal dari Harajaon Simalungun bukan hanya pelanggaran sejarah, tetapi juga bentuk pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat adat kami,” tegas Jan Toguh.

Laporan: S. Hadi Purba

Komentar Klik di Sini