JAKARTA – METROPAGINEWS.COM || Iskandar Dg Pratty, S.H. selaku Kuasa Hukum John Irfan Kenway Alias Irfan Kurnia pada 13 Juni 2023 mendatangi Dewan Pengawas KPK untuk melaporkan dugaan Pelanggaran kode etik dan Pedoman perilaku KPK yaitu perbuatan penyampaian informasi publik yang tidak dapat di pertanggungjawabkan dan tindakan sewenang-wenang (abuse of power) sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (1) huruf c jontis Pasal 6 ayat (2) huruf b, Pasal 4 ayat (1) huruf a, Pasal 5 ayat (2) huruf b Peraturan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2020 Tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi, yang di duga dilakukan oleh Sdr. Firly Bahuri/Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi terkait penegakan hukum pengadaan Helikopter AW 101 T.A 2016 pada Unit Organisiasi TNI AU.
Setidaknya ada 2 (dua) hal yang menjadi konsen utama Pelaporan ini, antara lain:
PERTAMA, tentang Pelanggaran kode etik dan Pedoman perilaku terkait perbuatan
penyampaian informasi publik yang tidak dapat di pertanggungjawabkan yakni
ketika Ketua KPK melakukan konferensi Pers kepada Publik saat Kliennya ditahan
Ketua KPK telah dengan sengaja mengubah dan menyatakan kata yang seharusnya
dan dinyatakan menjadi kata atau sebagai bunyi ketentuan dalam kalimat Pasal 11 ayat 1 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2019 Tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Seharusnya ketentuan Pasal 11 ayat 1 huruf (a) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan yang benar berbunyi:
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e,
Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan,
dan penuntutan terhadap Tindak Pidana Korupsi yang:
(a) melibatkan aparat penegak hukum, Penyelenggara Negara, dan orang lain
yang ada kaitannya dengan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh
aparat penegak hukum atau Penyelenggara Negara; dan/atau;
(b) menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu
milyar rupiah).
Menurut dugaan kami Ketua KPK telah dengan dengan sengaja mengubah dan
menyatakan kata yang seharusnya dan menjadi kata atau, dengan maksud untuk
menimbulkan kesan yang menyesatkan kepada publik bahwa kebijakan Ketua KPK
yang memproses Tersangka Tunggal Klien nya (tanpa adanya tersangka Penyelenggara negara) seolah-olah ada dasar hukumnya, sedangkan Para tersangka prajurit TNI AU dihentikan penyidikannya karena tidak ada ditemukan cukup bukti kerugian negara.
BACA JUGA : Ketua MPR RI Bamsoet Tegaskan Negara Butuh Haluan
KEDUA, KPK Terbukti melakukan tindakan sewenang-wenang (abuse of power) yakni melakukan penyitaan terhadap Uang Negara dalam penanganan kasus AW-101, yakni uang Negara untuk pembayaran Termin-3 dan Termin ke-4 yang ada pada rekening lintas tahun “asscrow account” pada bulan agustus 2022 nilai seluruhnya sebesar Rp. 153.754.705.373 telah dipindahkan ke rekening penampungan KPK perkara TPK Helikopter AW 101 di Bank BNI dengan nomor rekening virtual account 8844202201550087.
Hal itu jelas-jelas melanggar Pasal 50 huruf (a) Undang-Undang No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara berbunyi: “Pihak mana pun dilarang melakukan penyitaan terhadap uang atau surat berharga milik negara/daerah baik yang berada pada instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga”
Oleh karena itu menurut kami bahwa sudah selayaknya Dewas KPK segera menindaklanjuti laporan tersebut sebab berdasarkan Pasal 5 ayat (2) huruf d Perkom KPK No.07 tahun 2020 dinyatakan salah satu tugas Dewas KPK, yakni menerima dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh Pimpinan dan Pegawai atau pelanggaran ketentuan Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Informasi terakhir tentang Pelaporan tersebut saat kami mendatangi Dewas KPK pada Kamis 13 Juli 2023 disampaikan, bahwa Dewas KPK akan segera merespon pelaporan kami tersebut.
(Redho)