KUPANG – METROPAGINEWS.COM || Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kupang kembali menggelar sidang perkara dugaan korupsi pemanfaatan aset tanah Pemprov NTT yang dibangun Hotel Plago di Pantai Pede, Desa Gorontalo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai, Selasa, 21/11/2023, siang.
Sidang dengan agenda eksepsi atau nota pembelaan dari tiga terdakwa yakni Dra.Thelma Debora Sonya Bana, Heri Pranyoto,S.E,. dan Lydia Chrisanty Sunaryo, dibacakan oleh kuasa hukumnya.
Sidang perkara korupsi dipimpin oleh Hakim Ketua Sarlota Marselina Suek, S.H,. didampingi dua Hakim Anggota, Lembut Adelina, S.H,. dan Mike Priyantini, S.H,.
Turut hadir Penuntut Umum Kejati NTT, Hery Franklin, cs dan kuasa hukum terdakwa yakni Melkzon Beri.S.H,. Dr.Khresna Guntarto, S.H,. dan Dr. Yanto Ekon.
Sidang pembacaan eksepsi atau nota pembelaan dari para terdakwa dimulai dari Dra.Thelma Debora Sonya Bana lalu terdakwa Heri Pranyoto, S.E,. dan Lydia Chrisanty Sunaryo.
Dalam eksepsi kuasa hukum Dr. Yanto Ekon mengatakan bahwa perkara yang didakwa terhadap terdakwa Heri Pranyoto dan Lydia Chrisanty Sunaryo bukan kewenangan pengadilan tindak pidana korupsi, melainkan tetapi kewenangan peradilan umum melalui jalur perdata dan administrasi negara.
Alasan utama dalam perkara korupsi yang didakwa pasal 2 dan 3 itu perbuatan yang merugikan keuangan negara atau Daerah Provinsi NTT, serta memperkaya diri dan menguntungkan terdakwa atau orang lain atau sebuah korporasi.
Namun didalam dakwaan penuntut umum, jelas terlihat bahwa menguraikan pemprov NTT yang dirugikan senilai Rp 8,5 miliar lebih, tetapi di pihak lain PT SIM juga dirugikan sebesar Rp 25 miliar lebih.
“Karena setelah PT SIM membangun Hotel Plago maka Pemprov NTT secara sepihak dan melawan hukum mengambil alih Hotel Plago sejak tahun 2020, otomatis dari hasil pembangunan itu PT SIM tidak memperoleh keuntungan apapun,” ujarnya.
Kemudian terjadi gugatan perdata dan ternyata putusan Pengadilan Negeri Kupang menyatakan bahwa perjanjian akta kerja sama antara PT SIM dan Pemprov NTT sah menurut hukum dan tindakan penggambilalihan Hotel Plago oleh Pemprov NTT adalah perbuatan melawan hukum itu artinya perbuatan perdata.
Kemudian perkara ini sesungguhnya adalah perbuatan hukum administrasi yang seharusnya diproses menurut Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Kenapa? karena di dalam dakwaan penuntut umum mempersoalkan tentang penerbitan Ijin Membangun Bangunan (IMB) dan penerbitan hak bangunan inikan objek PTUN,” kata Yanto Ekon kepada media usai sidang tersebut.
Menurutnya, dakwaan penuntut umum tidak lengkap, cermat dan tidak jelas, terutama di dalam penguraian tentang perbuatan melawan hukum dan kerugian keuangan negara.
“Karena dalam pengambilalihan Hotel Plago dengan fasilitas yang sudah dibangun senilai Rp 25 milar lebih sementara yang didakwa. kerugian negara Rp 8,5 miliar itu artinya Rp 16 miliar masih menjadi keuntungan Pemprov NTT. Oleh karena itu ketidakcermatan itu, maka menurut kami dakwaan harus batal,” jelas Dr.Yanto.
Lebih lanjut katanya, surat dakwaan penuntut umum itu seharusnya mendakwa Korporasi PT SIM bukan mendakwa Heri Pranyoto dan Lydia Chrisanty Sunaryo sebagai pribadi pelaku.
Ia juga menyampaikan bahwa surat dakwaan penuntut umum juga masih prematur karena belum saatnya untuk di ajukan.
“Sebab proses perdata sementara berjalan apalagi perkara perdata PT SIM sudah diputus oleh Pengadilan Negeri Kupang dan dimenangkan oleh PT SIM dengan amar putusan bahwa apa yang dilakukan oleh Pemprov NTT dengan pengambilalihan itu merupakan perbuatan melawan hukum,” jelasnya.
Kemudian, lanjutnya, perjanjian kerjasama antara PT SIM dan Pemprov NTT menurut pengadilan menyatakan itu sah menurut hukum dan menghukum Pemprov NTT untuk segera mengembalikan Hotel Plago kepada PT SIM.
“Untuk itu seharusnya dakwaan kepada para terdakwa seharusnya belum bisa diajukan ke sidang Pangadilan kita menunggu putusan ini berkekuatan hukum tetap,” sebut Yanto Ekon
Karena menurut asas Res Judicata Pro Veritate Hebetur yang artinya setiap putusan hakim itu benar dan sepanjang tidak dibatalkan oleh pengadilan yang lebih tinggi maka seharusnya penuntut umum harus menghormati putusan Pengadilan Negeri kupang tersebut.
Bagi pihaknya selaku kuasa hukum terdakwa, ujarnya, setelah membaca dakwaan penuntut umum sangat jelas terlihat bahwa Pemprov NTT seolah-olah melakukan jebakan ‘Batman’ dengan bentuk jebakan adalah menyuruh PT SIM untuk membangun Hotel Plago di tanah milik Pemprov NTT dengan fasilitas senilai Rp 25 miliar tetapi setelah dibangun Pemprov NTT ambil alih
“Sehingga apa yang dilakukan Pemprov NTT terhadap PT SIM membuat investor menjadi takut untuk melakukan investasi di NTT,” tandasnya.
Usia kuasa hukum tiga terdakwa perkara korupsi membacakan eksepsi atau nota keberatan majelis hakim menunda persidangan ke pekan depan dengan agenda jawaban dari penuntut umum.