Banjarmasin – metropaginews.com || Kasus sengketa harta warisan membuat hubungan keluarga menjadi runyam di Subang, Jawa Barat.
Dua kakak beradik saling debat kusir karena sama-sama merasa dirugikan.
Kasus bermula ketika dua kakak beradik Hj. Ema Ratnapuri dan Nenden Rahmah, kehilangan ibunya Hj. Halimah yang meninggal dunia 2 Agustus 2021 lalu, menyusul kepergian bapaknya H. Afandi 18 Desember 2020 silam.
Sekadar diketahui, sepeninggal kedua orangtuanya mereka mendapat warisan berupa sawah, rumah dan gudang padi di Sukareja dan Gardu Mukti.
Dalam perjalanannya, sawah yang ditinggalkan sudah tidak produktif, untuk menggarap dan mengaktifkannya lagi diperlukan modal. Nah, untuk permodalannya ini didanai oleh sang adik sendirian, Nenden Rahmah.
Adapun luas yang digarap adalah seluas 22 bahu. Sekadar diketahui, 1 bahu sama dengan 500 bata atau setara 7000m2.
Diketahui pula, almarhum tidak hanya meninggalkan warisan harta, tapi juga menyisakan hutang sebesar Rp1,11 Milyar.
Inilah ikhwal pertikaian kakak beradik ini terjadi. Sang adik, Nenden warga Jalan Karang Tomat RT. 005 RW 002 Kelurahan Gardumukti, Kecamatan Tambakdahan, Kabupaten Subang ini mengklaim sudah membayar cicilan Pegadaian sendirian selama ini sebesar Rp 350 juta. Sementara sang kakak Hj. Ema yang juga masih bertetangga mempertanyakan kemana uang hasil garapan sawah selama 3 musim, meskipun pemodal adalah adiknya.
Alih-alih mencapai kata mufakat bermusyawarah, kasus ini justru mencuat ke permukaan hingga harus melibatkan aparat desa untuk mendamaikannya.
Bertempat di Aula Kantor Desa Gardumukti, Jalan Nakula No. 17/211 Dusun Gardu I RT. 002 RW. 01, Kecamatan Tambakdahan, Kabupaten Subang, kedua belah pihak dipertemukan.
Disaksikan Kepala Desa Gardu Mukti Edin Suhaedin, Babinsa Parji, Babinkamtibmas Reza Maulana, MUI H. Uwes, dari pihak keamanan TNI Kurnia, debat kusir dua bersaudara kandung tersebut berlangsung sengit, hingga saling pukul dan gebrak meja.
Edin mengatakan pihaknya hanya memediasi dan menjembatani permasalahan ini, dan tidak ikut campur dalam proses putusan. Namun, dalam pertemuan selama hampir 2 jam tersebut diputuskan kesepakatan bahwa agar harta peninggalan almarhum dibagi dua, dan proses pembayaran hutangnya pun harus dibagi dua juga.
Nenden sepakat, namun Ema masih keberatan jika harus menjual aser-aset orangtuanya. “Kita sih sepakat saja, tapi saya berat menerima hutang orangtua dan kalau untuk menjual aset peninggalan orangtua, saya rasa tidak mungkin,” katanya saat diwawancarai metropaginews.com usai pertemuan.
Nenden makin geram, karena Hj. Ema dianggapnya tak mau bagi dua dalam hal membayar hutang. Tak ingin tinggal diam, Nenden lebih memilih menunjuk kuasa hukum untuk menyelesaikan masalah ini.
Maka diitunjuklah Kantor Advokat Akhmad Junaidi, S.H., M.H & Rekan yang berdomisili di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
“Nanti kita akan gunakan konsep restorative justice, karena persoalan seperti ini tidak bisa kita lihat hanya dari kaca mata hukum saja tanpa melihat asal-usul permasalahan. Jadi akan kita dudukan bersama,” pungkas pengacara muda H. Akhmad Junaidi, S.H., M.H kepada metropaginews.com. (Faisal) **