Medan – metropaginews.com || Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menyampaikan pentingnya peran pemuda saat ini untuk menyongsong Indonesia Emas 2045.
LaNyalla menyampaikan hal itu saat member Kuliah Umum bertema ‘Konfigurasi Politik dan Hukum Menuju Indonesia Emas 2045’ yang dilaksanakan Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia Daerah Sumatera Utara, Kamis (25/8/2022), di Universitas Pembangunan Panca Budi, Medan, Sumatera Utara.
“Ada sebuah kalimat yang sering kita dengar, yaitu ‘Apabila ingin melihat suatu negara di masa depan, maka lihatlah bagaimana pemuda di negara itu hari ini.’ Kalimat tersebut menunjukkan, bahwa generasi muda memiliki peranan besar dan penting bagi suatu bangsa. Terlebih di masa yang akan datang,” tuturnya.
Menurut LaNyalla, generasi mudalah yang kelak akan menjadi pemimpin. Yang akan meneruskan estafet sejarah kehidupan,
menggantikan para pemimpin yang ada sekarang.
“Anda semua adalah para pemuda tersebut. Apalagi Anda hari ini berada di kampus. Menempuh Pendidikan Tinggi. Artinya, Anda adalah Pemuda yang Intelektual. Pemuda dari kalangan terdidik. Dan Anda semua adalah aset bangsa dan negara ini di masa depan. Dan seorang intelektual adalah orang yang bisa melihat adanya keganjilan, untuk kemudian melakukan upaya perbaikan. Itulah hakikat dari intelektual,” urainya.
Senator asal Jawa Timur itu menambahkan, jauh sebelum Indonesia merdeka, pendiri Taman Siswa, Ki Hadjar Dewantoro, pada 31 Agustus 1928 telah mengingatkan hal tersebut dengan kalimatnya yang sangat terkenal.
“Pengajaran harus bersifat kebangsaan. Kalau pengajaran bagi anak-anak tidak berdasarkan ke-nasionalan, anak-anak tidak mungkin mempunyai rasa cinta bangsa dan makin lama akan terpisah dari bangsanya, kemudian barangkali akan menjadi lawan kita,” kata LaNyalla, mengutip ucapan Ki Hadjar Dewantoro.
Menurutnya, hal ini seharusnya menjadi perenungan yang mendalam bagi bangsa,
terutama Menteri Pendidikan yang mengusung konsep Merdeka Belajar.
“Terus terang saya sempat khawatir ketika melihat fenomena penurunan budaya diskusi dan perdebatan pikiran di kampus-kampus
belakangan ini. Agak menurun bila dibandingkan dengan situasi di tahun
90-an,” katanya.
Menurut LaNyalla, dari ruang-ruang diskusi saat itu lahir aktivis-aktivis pergerakan, yang puncaknya menjadi gelombang aksi di tahun 1998 yang kemudian berujung reformasi Indonesia.
LaNyalla juga menyorot fenomena belakangan ini yang semakin marak orang muda menggunakan medsos hanya untuk berjoget-joget dan memamerkan foto-foto aktifitas hedonis dan konsumtif. Bahkan marak dimana-mana aksi fashion week di jalan-jalan. Tanpa tahu apa yang mau dicapai dari aktifitas itu, selain mengejar viral, komen dan like di medsos masing-
masing.
“Akibatnya, semakin banyak dari mereka yang A-politis. Padahal, politik itu bagaikan udara. Suka atau tidak suka, kita harus menghirup udara untuk hidup. Dan semua instrumen kehidupan kita ditentukan oleh keputusan politik. Harga beras, minyak, gula sampai harga listrik ditentukan oleh keputusan politik. Termasuk wajah bangsa ini, apakah akan menjadi merah, hitam, atau putih juga ditentukan melalui keputusan politik,” katanya.
Bagi LaNyalla, inilah pentingnya membicarakan arah dan pilihan politik
Indonesia untuk menyongsong Indonesia tahun 2045, atau 100 tahun usia Indonesia. Dimana pada saat itu penduduk usia produktif, yang berusia 15 sampai 64 tahun berjumlah lebih banyak dibandingkan
penduduk dengan usia tidak produktif. Bahkan populasi penduduk usia produktif mencapai 70 persen dari total penduduk.
“Kondisi itu seperti dua sisi mata uang. Di satu sisi adalah berkah atau peluang. Tetapi di satu sisi bisa jadi musibah atau ancaman.
Melimpahnya usia produktif bisa menjadi peluang, bila dapat memberi kontribusi kepada perekonomian negara,” ujarnya.
Sebaliknya, jika besarnya usia produktif tidak dibarengi dengan tersedianya lapangan kerja, hal tersebut justru akan berpotensi meningkatkan jumlah pengangguran dan banyak permasalahan lain.
“Saya tidak bermaksud membuat cemas. Tetapi fakta hari ini, saya tidak melihat pilihan politik dan hukum Indonesia sudah tepat untuk menyongsong era tersebut. Mengapa? Karena prasyarat untuk menuju situasi dan keadaan itu sama sekali belum terbaca. Bahkan sebaliknya, kita semakin merasakan banyak paradoks di negara ini,” katanya.
Dalam acara tersebut, LaNyalla didampingi oleh Senator asal Sumatera Utara (Sumut), Dedi Iskandar Batubara, M. Nuh, Faisal Amri dan Senator asal Aceh Fachrul Razi. Selain itu hadir juga Staf Khusus Ketua DPD RI Sefdin Syaifudin dan Kabiro Setpim DPD RI, Sanherif Hutagaol.
Dari tuan rumah, hadir Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi, Rektor Unpab Isa Indrawan, Kaprodi MH Unpad Riza Zarzani, Direktur Pascasarjana Universitas Pembangunan Panca Budi Yohni Anwar, Koordinator Wilayah BEM-SI Sumbagut, Hadi Prasetia, Koordinator Daerah BEM-SI, Chalil Gibran, Tokoh Masyarakat, Rahudman Harahap dan Akhyar Nasution.
Editor : Tedy Yana Setiawan