SIMALUNGUN – METROPAGINEWS.COM || Dugaan pelanggaran hukum dalam pemberhentian lima perangkat Nagori Puli Buah, Kecamatan Raya Kahean, Kabupaten Simalungun, mencuat ke publik. Kelima perangkat tersebut mengaku diberhentikan secara sepihak oleh Pangulu tanpa mengikuti prosedur hukum yang berlaku.
Ariando Saragih, mantan Sekretaris Nagori, menyampaikan pengaduan kepada media, Kamis (22/5/2025), mewakili empat rekan lainnya. Ia mengaku telah menempuh jalur hukum dan memenangkan perkara hingga tingkat banding.
“Kami diberhentikan sepihak tanpa dasar. Padahal pengadilan telah memutuskan pemberhentian kami tidak sah,” ujarnya.

Daftar Perangkat yang Diberhentikan:
1. Ariando Saragih – Sekretaris Nagori
2. Pratiwi Dasuha – Bendahara
3. Betti Tumiar Haloho – Kaur Pemerintahan
4. Franciska Tampubolon – Gamot Dusun I
5. Sabar Risnando Gultom – Gamot Dusun IV
Kelima perangkat ini diberhentikan pada September 2023 dan bahkan tidak menerima gaji untuk bulan Agustus, meski masih aktif bekerja saat itu.
Menang di PTUN, Tak Kunjung Dieksekusi
Mereka menggugat Pangulu Nagori Puli Buah ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan dan menang:
Putusan PTUN Medan No. 134G/2023/PTUN.MDN (20 Februari 2024): Pemberhentian dinyatakan tidak sah.
Putusan Banding PTTUN No. 44/B/2024/PT.TUN.MDN: Menguatkan putusan pertama.
Surat Eksekusi No. 148/Pen.Eks/G/2023/PTUN.MDN, diperkuat kembali lewat putusan No. 64/B/2024/PT.TUN.MDN.
Meski demikian, keputusan tersebut belum dijalankan. Ariando menyebut, PTUN telah mengirimkan tembusan kepada berbagai instansi—termasuk Kemendagri, KemenPAN-RB, Bupati Simalungun, DPMPN, dan Inspektorat Daerah. Namun, belum ada satu pun tanggapan atau tindakan nyata.
Pangulu Tantang Hukum?
Ariando mengungkap bahwa saat pelantikan perangkat baru pada 31 Januari 2025, Pangulu Puli Buah, Sarmedi, justru menyampaikan pernyataan kontroversial.
“‘Tidak ada hukum yang bisa menantang keputusan pangulu, itu hak saya, sekalipun itu presiden,’” kutip Ariando, mengulang ucapan yang disampaikan Sarmedi di hadapan publik.
Pernyataan tersebut dianggap mencerminkan sikap arogan dan penghinaan terhadap supremasi hukum.
Dugaan Korupsi dan Suap
Mereka menduga alasan diabaikannya putusan pengadilan karena tidak adanya praktik “uang pelicin”. “Kami tidak memberi sogokan ke kecamatan atau kabupaten. Mungkin itu sebabnya kami diabaikan,” ujar Ariando.
Desakan Penegakan Hukum
Para korban meminta intervensi dari lembaga-lembaga negara seperti Ombudsman RI, Komnas HAM, Komisi II DPR RI, hingga penegak hukum, untuk menegakkan keadilan.

“Kalau putusan pengadilan saja tidak dipatuhi, untuk siapa hukum ditegakkan? Kami hanya ingin hak kami dikembalikan,” tegas Ariando.
Hingga berita ini ditayangkan, belum ada pernyataan resmi dari Pemkab Simalungun, Kepala Dinas DPMPN Sarimuda Purba, Inspektorat Daerah, maupun Pangulu Sarmedi. Redaksi akan terus mengikuti perkembangan kasus ini.
(S. Hadi Purba)


Komentar Klik di Sini