SURABAYA – METROPAGINEWS.COM || Pihak Ellen Sulistyo (Tergugat II) menghadirkan 2 saksi dalam kelanjutan sidang gugatan wanprestasi pengelolaan restoran Sangria by Pianoza yang dilayangkan CV. Kraton Resto manajemen dari restoran Sangria by Pianoza. Senin (22/1/2024) siang di ruang Sidang Garuda 1 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Dua saksi fakta yang dihadirkan adalah Novi Irawati yang mengaku seorang pendeta yang menjadi penasehat rohani Ellen Sulistyo dan Lenny Rahmawati anak buah Ellen Sulistyo menjabat sebagai pengawas jalannya operasional restoran Sangria by Pianoza.
Dari keterangan Novi dalam persidangan, setidaknya ada 3 poin yang disampaikan. Pertama, ia sebagai penasehat rohani Ellen Sulistyo, kedua ia membantu Ellen Sulistyo melakukan mediasi dengan Effendi (Tergugat II) dan ketiga, ia bertemu dengan Notaris Ferry.
“Saya 3 bulan terakhir sebelum restoran Sangria tutup, saya sering ke restoran karena Ellen sebagai anak rohani saya, saya doakan,” terang Novi.
Novi juga mengatakan atas suruhan Ellen memediasi Ellen dengan Effendi terkait tutupnya restoran Sangria. “Berhubungan dengan penutupan Ellen bertanya kenapa terjadi penutupan, Effendi menyalahkan Ellen karena tidak bayar tagihan PNBP, tapi saya ga tau tagihan seperti apa. Ada terjadi debat, Effendi mengatakan pihak Ellen menghubungi Kodam, tapi Ellen tidak tidak ada hubungan seperti itu,” terang Novi.
“Tidak ada saling percaya antara Ellen dan pak Effendi, Ellen mengatakan perjanjian 5 tahun tapi baru kelola 6 bulan ditutup, intinya ada broken trust dari keduanya,” lanjut Novi.
Novi mengatakan dari mediasi tersebut pihak Ellen pingin ditemukan oleh pihak Pangdam, disanggupi Effendi. “Pertemuan tidak terjadi, malah disomasi pak Effendi,” terang Novi.
“Saya pelajari ada keganjilan dalam perjanjian itu, Ada kewajiban Ellen, tapi tidak ada kewajiban dari Effendi, semestinya semua ditulis hak dan kewajiban kedua belah pihak,” ujar Novi yang terkesan beropini atau mengucapkan pendapat, padahal dia bukan pakar hukum, ataupun saksi ahli yang menyampaikan pendapat, tapi dihadirkan sebagai saksi fakta yang tidak boleh berpendapat tapi memberi keterangan sepengetahuannya dalam perkara ini.
Merasa ada ganjil dari perjanjian, Novi menemui Notaris Ferry mempertanyakan perjanjian itu, kata Novi saat itu Notaris hanya mengesahkan perjanjian.
“Bertemu Notaris langsung, beberapa hari setelah penutupan resto, Notaris berkata saya tidak membuat daftar atau draft, itu dari pak Effendi, saya hanya mengesahkan saja,” terang Novi saat ditanya kuasa hukum dari Ellen Sulistyo.
Setelah penutupan Novi mengatakan ada pertemuan pihak Kodam dengan Ellen Sulistyo. “Saya bertemu pihak Kodam di Kayanna, setelah penutupan oleh pihak Kodam, Ellen bingung lalu Ellen mencari tahu. Pihak Kodam datang ke Kayanna menjelaskan ditutup karena Effendi tidak membayar kewajibannya,” terang Novi.
Kesempatan itu, Pengacara Yafet Waruwu, kuasa hukum pihak Effendi (Tergugat II) mengajukan beberapa pertanyaan ke saksi Novi. Saat ditanya apakah mengerti dan membaca dokumen Sangria Resto, Novi mengatakan iya, “Setelah ada penutupan saya baca perjanjian,” terangnya.
Terkait pertanyaan Yavet, apakah ada pertemuan antara Novi, Ellen dan dirinya di kopi Atjeh depan PN Surabaya, Novi mengiyakan.
“Apa yang menjadi pernyataan janji Ellen saat itu?. Bukankah dia mengakui dan sudah bersedia membayar tunggakan, PBB, pembayaran listrik?. Kenapa tidak dilakukan?,” tanya Yavet. “Karena ada intimidasi dari media,” jawab Novi, dan tidak menjelaskan intimidasi seperti apa yang dimaksud.
Ada hal menarik lagi yang disampaikan Novi, diluar pertanyaan dari pengacara Yafet, dia menerangkan beberapa pendapatnya atau beropini.
“Tidak jelas penggunaan, suruh bayar PNBP, tapi tidak bisa dipakai. Jika dibayar terus tidak bisa digunakan bagaimana ?,” salah satu opini yang dikeluarkan Novi padahal tidak ada pertanyaan dari Yafet saat itu terkait PNBP.
Yafet juga menanyakan ke saksi Novi apakah pernah membaca MoU dan SPK antara Kodam dengan CV. Kraton, dan akte nomor 12 perjanjian pengelolaan Sangria. “Pernah membaca,” jawab Novi.
“Perjanjian kerjasama perjanjian timpang karena tidak ada kewajiban dari Effendi, hanya haknya saja yang ditulis,” ujar Novi yang terkesan dia ahli dalam membaca perjanjian padahal dia dihadirkan sebagai saksi fakta bukan saksi ahli yang diminta pendapat keilmuannya.
Meluruskan terkait hak dan kewajiban, Pengacara Yafet menjelaskan bahwa dalam perjanjian itu Effendi memberi fasilitas khusus senilai Rp. 10 Milyar lebih dengan membangun gedung yang dipakai restoran dan dikelola Ellen.
“Tapi gedung itu tidak khusus dibangun untuk Ellen, sudah ada sebelum pengelolaan Ellen,” terkesan lagi saksi membuat opini.
Tentang kewajiban Ellen sebagai pengelola yang harus dilaksanakan, Novi menerangkan bahwa dirinya mengerti kewajiban Ellen. “Saya mengerti kewajiban Ellen, sepengetahuan saya Ellen membayarkan sharing profit tapi ada keterlambatan sesuai dengan kuitansi,” terang Novi. Apakah sudah terlunasi ?,” tanya Yafet. “Ada satu dua yang belum,” jawab Novi.
“Apakah sudah diceritakan Ellen dia menunggu di ruang Andika restoran untuk menemui pak Effendi,” tanya Yafet. “Saya diberitahu pegawai, pak Effendi datang ke Kayanna, menurut saya saling mencari,” jawab Novi terkesan lagi menyampaikan opini atau pendapatnya.
Terkait periodesasi dalam perjanjian, dan lokasi bertemu Notaris, Novi mengatakan bertemu di Kayanna. “Setelah penutupan resto bertemu Notaris, sudah baca ada periodesasi, dan Ellen tidak tahu, dokumen baru diberikan setelah kejadian, sebelumnya dia tidak menerima apapun terkait perjanjian Effendi dengan Kodam, Notaris mengakui itu,” jawab Novi.
Saat ditanya apakah saksi Novi hadir dalam pembacaan akte atau dokumen oleh Notaris, Novi menjawab “Tidak.” “Apakah Ellen hadir ?,” tanya Yafet. “Hadir pastinya,” jawab Novi.
“Apakah sebelum penandatanganan, saksi mengetahui Notaris sudah menjelaskan ?. Dibaca perjanjian ?,” tanya Yafet. “Dia hanya mengesahkan (red: Notaris) saja,” jawab Novi.
“Terkait pengetahuan saksi apakah mengetahui saat Notaris bacakan perjanjian. Apakah Ellen tidak protes ada perjanjian MoU dari Kodam,” tanya Yafet. “Saat itu dia percaya dengan pak Effendi,” terang Novi.
Saat itu Novi juga menerangkan bahwa dirinya aktif ke Sangria 3 bulan terakhir sebelum restoran tutup dan melihat realita penghasilan restoran drop parah, dan mengalami kerugian.
“Kenapa sejak awal tahu rugi tapi tidak ditutup oleh Ellen ?, dan bagaimana tetap membayar karyawan?” tanya Yafet, dijawab Novi subsisdi silang usaha restoran Ellen yang lainnya, tapi saat ditanya usaha restoran apa saja, Novi bilang tidak tahu.
“Dia (red:Ellen) bilang awal pertama ramai, bulan selanjutnya sepi tidak ada orang makan disana,” terang Novi. “Tidak menyarankan kenapa tidak tutup ?,” tanya Yafet, “Pak Effendi bilang tidak boleh ditutup, kita kasih surat pembatalan perjanjian. Perjanjian tidak bisa dibatalkan sepihak,” terang Novi.
Ketika Yafet mempertanyakan kapan diajukan pembatalan perjanjian, Novi menjawab setelah restoran ditutup. “Apakah diceritakan pemasukan rata rata Rp. 400 juta tiap bulan, apakah ada pemasukan Rp. 6 juta sampai Rp. 45 juta sehari?,” tanya Yafet. “Tidak tahu,” jawab Novi.
Yafet juga menanyakan tentang PNBP tidak dibayarkan apakah saksi Novi mengetahui, dijawab Novi, Ellen tidak tahu jumlah dan jatuh tempo pembayaran.
Diakhir, Yafet menunjukkan bukti bahwa Negara melalui KPKNL Surabaya menyetujui pemanfaat lahan kepada CV. Kraton Resto selama 3 tahun dibayarkan Rp. 450 juta pertiga tahun, menguatkan argumen bahwa CV. Kraton disetujui dalam pemanfaatan aset.
Arief Nuryadin kuasa hukum penggugat mempertanyakan saksi Novi apakah mengetahui perjanjian nomor 12, dijawab Novi hanya membaca.
“Berapa kali saksi ke Sangria?,” tanya Arief, dijawab Novi, “Berapa kali, dan intens datang 3 bulan sebelum ada masalah. Lihat sepi dan mendoakan,” jawabnya.
Lenny Rahmawati, saksi kedua yang dihadirkan pihak Ellen Sulistyo yang bertugas mengawasi semua jalannya operasional Sangria by Pianoza mengaku bekerja mulai bulan Agustus 2022, dan ia mengaku sebagai pimpinan proyek renovasi.
Saat ditanya kuasa hukum dari Ellen apakah mengetahui alasan penutupan restoran Sangria, Saksi Lenny menjawab sebelumnya tidak tahu, setelah ditutup ada meeting internal baru dia tahu.
“Setelah penutupan, Kodam ke bu Ellen, tunjukan MoU, SPK, dan surat pemberitahuan Kodam ke pak Effendi,” jawab Lenny. Saat ditanya apakah Kodam mengetahui Ellen sebagai pengelola, Lenny menjawab tidak mengetahui.
Yafet Waruwu menanyakan sebelum bekerja di Sangria, dimana saksi bekerja, kapan digaji dan berapa omset dari restoran, dijawab Lenny bahwa ia bekerja di Ellen, dan digaji mulai bulan Agustus 2022, dan tidak tahu income restoran.
Sidang hari ini yang dipimpin Majelis Hakim Sudar didampingi dua anggota Hakim, dihadiri kuasa hukum dari Penggugat, Tergugat I dan II, Turut Tergugat II, akan dilanjutkan Senin (29/1/2024) depan, dalam agenda sidang mendengarkan keterangan saksi fakta yang dihadirkan kuasa hukum Tergugat II.
Dari jalannya sidang terlihat saksi Novi beberapa kali menyampaikan opini atau pendapatnya dalam jawaban – jawaban diberikan yang terlihat ia tidak melihat dan mendengar atau mengalami sendiri, namun bisa menyimpulkan, saat menjadi saksi fakta, akan tetapi Mejelis Hakim terkesan membiarkan, padahal jelas saksi Novi dihadirkan oleh kuasa hukum Ellen Sulistyo sebagai saksi fakta bukan saksi ahli.
Terkesan membiarkan saksi Novi menyampaikan opininya, apakah ada hubungannya terkait informasi yang beredar bahwa beberapa hakim PN Surabaya sering makan di restoran Ellen Sulistyo.
Terkait pernyataan Effendi yang diutarakan saksi Novi bahwa Effendi mengatakan Ellen menghubungi pihak Kodam, Effendi menerangkan hal itu memang fakta yang terjadi. Sejatinya pada 19 Mei 2023 malam, Effendi baru mengetahui Ellen Sulistyo “menusuk” dari belakang.
“Disaksikan oleh LC Kraton, Yafety Waruwu, S.H., M.H., pihak Kodam menyampaikan bahwa Ellen berminat untuk mengelola resto langsung dengan Kodam,” ujar Effendi usai sidang.
“Karena terbukti ada hubungan dengan Kodam, maka kita somasi Ellen, tapi begitu di somasi besoknya ada rapat di Kayanna antara pihak Ellen dan Kodam, ini kan diluar nalar. Bagaimana orang yang tidak ada hubungan apa-apa begitu di somasi langsung bisa mendatangkan pejabat – pejabat Kodam ke Kayanna,” ujar Effendi.
“Siapakah Ellen ini, hebat sekali bisa memanggil pejabat Kodam dalam hitungan jam saja. Logikanya pasti sudah ada tektokan antara mereka. Sehingga bisa cepat sekali reaksinya,” tegas Effendi.
Perlu diketahui, CV. Kraton Resto menggugat wanprestasi Ellen Sulistyo pengelola restoran Sangria by Pianoza karena dianggap melanggar atau tidak menepati perjanjian yang ditandatangani dihadapan Notaris dengan nomor 12 tanggal 27 Juli 2022.
Beberapa hal yang tidak ditepati Ellen Sulistyo adalah minimum profit Rp. 60 juta perbulan yang sejatinya adalah biaya bunga Bank yang merupakan beban operasional dan tidak membayar PNBP, padahal omset selama dikelolanya kurang lebih Rp. 3 Milyar.
Sesuai dengan keterangan saksi Danang Witarsa dikuatkan oleh saksi Dwi Endang pada sidang yang lalu, bahwa uang operasional itu masuk ke rekening Ellen, tidak masuk ke rekening CV. Kraton selaku manajemen dari restoran Sangria by Pianoza.
Sesuai dengan replik Turut Tergugat II (Kodam V/Brawijaya), karena tidak membayar PNBP, menjadi alasan Kodam V/Brawijaya menutup atau memagari seng gedung yang dibangun CV. Kraton ditahun 2017 dengan biaya kurang lebih Rp. 10 Milyar.
Penutupan itu dipertanyakan pihak CV. Kraton karena sebelumnya telah menjaminkan emas senilai kurang lebih Rp. 625 juta ke Kodam V/Brawijaya untuk jaminan pembayaran PNBP karena Ellen Sulistyo dengan berbagai alasan tidak melakukan kewajibannya,
Ada jaminan emas dilakukan pada tanggal 11 Mei 2023, sedangkan restoran Sangria disegel pada tanggal 12 Mei 2023. Kejadian itu masih menjadi misteri yang belum terungkap sampai saat ini, mengingat KPKNL sesuai dengan repliknya, telah menetapkan besaran PNBP untuk periode 3 tahun kedepan pada tanggal 28 April 2023.
Secara tegas pengacara Yafet mengatakan sangat beralasan kalau kliennya menduga ada hal – hal yang tidak bisa dijelaskan antara Ellen Sulistyo dan oknum Kodam V/Brawijaya mengingat dua pihak inilah yang diduga paling diuntungkan dalam kasus ini.